PENDAHULUAN
Bagian –
Bagian bahasan dalam sejarah yang akan kita pelajari adalah dalam sejarah
peradaban-peradaban pertama munculnya Imperium-imperium besar di dunia sekitar
abad 2000 SM- 1100 M ( zaman besi) , antara lain adalah Yunani pada masa
klasik, Romawi Kuno dan imperium pada Romawi Barat , Kekaisaran Cina, Negara
dan masyarakat hindia.
Yunani Kuno
adalah peradaban dalam sejarah Yunani yang
dimulai dari periode Yunani Arkais pada abad
ke-8 sampai ke-6 SM, hingga berahirnya Zaman Kuno dan
dimulainya Abad Pertengahan Awal.[1]
Peradaban ini mencapai puncaknya pada periode Yunani Klasik, yang mulai
berkembang pada abad ke-5 sampai ke-4 SM. Pada periode klasik ini Yunani
dipimpin oleh negara-kota Athena dan
berhasil menghalau serangan Kekaisaran Persia. Masa
keemasan Athena berakhir dengan takluknya Athena kepada Sparta dalam Perang Peloponnesos pada tahun 404 SM. Seiring
penaklukan oleh Aleksander Agung, kebudayaan
Yunani, yang dikenal sebagai peradaban Hellenistik, berkembang mulai dari Asia Tengah sampai
ujung barat Laut Tengah.
Romawi Kuno adalah sebuah peradaban
yang tumbuh dari negara-kota Roma didirikan di Semenanjung Italia di sekitar abad ke-9
SM. Selama keberadaanya selama 12 abad, kebudayaan Romawi berubah dari
sebuah monarki
ke sebuah republik
oligarki
sampai ke kekaisaran
yang luas. Dia datang untuk mendominasi Eropa Barat
dan wilayah sekitar di sekitar Laut Tengah
melalui penaklukan
dan asimilasi. Namun beberapa faktor menyebabkan
kemerosotannya. Sebelah barat kekaisaran, termasuk Hispania, Gaul, dan Italia,
akhirnya pecah menjadi kerajaan merdeka pada abad ke-5;
kekaisaran timur, diatur dari Konstantinopel,
disebut sebagai Kekaisaran Romawi Timur setelah tahun 476,
tanggal tradisional "kejatuhan Romawi" dan kelanjutannya Zaman
Pertengahan. Peradaban Romawi seringkali dikelompokan sebagai "klasik
antik" bersama dengan Yunani kuno, sebuah peradaban yang menginspirasikan
banyak budaya Romawi Kuno. Romawi Kuno menyumbangkan banyak kepada pengembangan
hukum, perang, seni, literatur, arsitektur, dan bahasa dalam dunia Barat,
dan sejarahnya terus memiliki pengaruh besar dalam dunia sekarang ini.
PEMBAHASAN
A.
Yunani Kuno
Istilah "Yunani Kuno"
diterapkan pada wilayah yang menggunakan bahasa Yunani pada Zaman
Kuno. Wilayahnya tidak hanya terbatas pada semenanjung Yunani modern,
tapi juga termasuk wilayah lain yang didiami orang-orang Yunani, di antaranya Siprus dan Kepulauan Aigea, pesisir Anatolia (saat itu
disebut Ionia), Sisilia dan bagian
selatan Italia (dikenal
sebagai Yunani Besar), serta
pemukiman Yunani lain yang tersebar sepanjang pantai Kolkhis, Illyria, Thrakia, Mesir, Kyrenaika, Galia selatan, Semenanjung Iberia timur dan timur laut, Iberia, dan Taurika. Oleh
sebagian besar sejarawan, peradaban
ini dianggap merupakan peletak dasar bagi Peradaban Barat.[2]
[3]
[4]
Budaya Yunani memberi pengaruh kuat bagi Kekaisaran Romawi, yang
selanjutnya meneruskan versinya ke bagian lain Eropa. Peradaban
Yunani Kuno juga sangat berpengaruh pada bahasa, politik, sistem pendidikan,
filsafat, ilmu, dan seni, mendorong Renaisans di Eropa Barat, dan
bangkit kembali pada masa kebangkitan Neo-Klasik pada abad ke-18 dan ke-19 di Eropa
dan Amerika.
A.1. Kronologi
Tidak ada kesepakatan yang tetap dan
universal mengenai waktu awal dan akhir masa Antikuitas Klasik. Biasanya
dimulai sejak abad ke-8 SM sampai abad ke-6 M, atau sekitar 1300 tahun.
Antikuitas Klasik di Yunani
didahului oleh Zaman Kegelapan Yunani (1100 - 750 SM), yang secara
arkeologis dicirikan dengan gaya tembikar protogeometris dan geometris, yang dilanjutkan oleh Periode Oriental, yaitu
pengaruh yang kuat terhadap Yunani dari budaya Suriah-Hittit, Asiria, Punisia dan Mesir. Secara tradisional, periode Arkais di Yunani
kuno dimulai dari kuatnya pengaruh Oriental pada abad ke-8 SM, yang merupakan
salah satu faktor yang menjadikan Yunani memiliki huruf alfabet sendiri.
Dengan alfabet, muncullah karya tulis Yunani kuno, yang paling terkenal adalah
buatan Homeros dan Hesiodos. Setelah
periode Arkais, dimulailah periode Klasik sekitar 500
SM, yang pada gilirannya dilanjutkan oleh periode Hellenistik setelah kematian Aleksander Agung pada 323 SM.
Sejarah Yunani pada
Antikuitas Klasik dapat dibagi menjadi beberapa periode berikut:[5]
- Periode Arkais (750 - 500 SM) adalah ketika para seniman mmebuat patung berdiri dalam pose yang kaku dan keramat dengan 'senyum arkais'. Periode Arkais biasanya disebut bekahir dengan penggulingan kekuasaan tiran Athena yang terakhir pada 510 SM.
- Periode Klasik (500 - 323 SM) dicirikan dengan gaya yang oleh para pengamat berikutnya disebut sebagai contoh, atau klasik, misalnya Parthenon. Dalam politik, periode Klasik didominasi oleh Athena dan Liga Delos pada abad ke-5 SM, yang digantikan oleh Hegemoni Sparta pada awal abad ke-4 SM, sebelum kekuasaan beralih pada Thebes dan Liga Boiotia dan akhirnya pada Liga Korinthos yang dipimpin oleh Makedonia.
- Periode Hellenistik (323-146 SM) adalah ketika budaya dan kekuasaan Yunani menyebar sampai ke Timur Dekat dan Timur Tengah. Periode ini dimulai setelah kematian Aleksander Agung dan berakhir dengan penaklukan Yunani oleh Romawi.
- Yunani Romawi adalah periode yang berlangsung sejak Romawi menaklukan Korinthos dalam Pertempuran Korinthos pada 146 SM sampai didirikannya Bizantium oleh kaisar Konstantinus sebagai ibukota Kekaisaran Romawi pada 330 SM.
- Fase akhir Antikuitas adalah periode Kristenisasi dari akhir abad ke-4 M sampai abad ke-6 M, biasanya disebut berakhir setelah ditutupnya Akademi Neoplatonik oleh kaisar Yustinianus I pada 529 M.
A.2. Historiografi
Periode bersejarah
di Yunani kuno adalah unik dalam sejarah dunia karena merupakan periode pertama
yang dibuktikan dengan adanya historiografi
yang layak, sedangkan protosejarah dan sejarah kuno yang
lebih awal lebih banyak diketahui melalui bukti situasional, misalnya annal,
atau daftar raja, dan epigrafu pragmatis.
Herodotos
dikenal secara luas sebagai "bapak sejarah", judul karyanya, Historia,
menjadi asal kata untuk history. Karya Herodotos ditulis antara 450 SM
sampai 420 SM dan cakupannya mencapai satu abad ke belakang, membahas
tokoh-tokoh bersejarah dari abad ke-6 seperti Darius I dari Persia, Kambises II
dan Psamtik
III, serta menyinggung beberapa tokoh dari abad ke-8 semisal Kandaules. Herodotos dilanjutkan
oleh para penulis semacam Thukydides, Xenophon, Demosthenes, Plato dan Aristoteles.
Sebagian besar dari ara penulis ini adalah orang
Athena atau pro-Athena, sehingga sejarah dan politik kota Athena lebih
banyak diketahui dariapada kota-kota lainnya. Cakupan mereka terbatas pada
sejarah diplomasi, milier, dan politik, dan mengabaikan sejarah ekonomi dan
sosial.[6]
A.3. Sejarah
A.3.1. Yunani Arkais
Periode Arkais
dimpulai pada abad ke-8 SM, ketika Yunani mulai bangkit dari Zaman Kegelapan
yang ditandai dengan keruntuhan peradaban Mykenai. Peradaban baca-tulis telah
musnah dan aksara
Mykenai telah dilupakan, akan tetapi bangsa Yunani mengadopsi alfabet Punisia,
memodifikasinya dan menciptakan alfabet
Yunani. Sekitar abad ke-9 SM catatan tertulis mulai muncul.[7]
Yunani saat itu terbagi-bagi menjadi banyak komunitas kecil yang berdaulat,
terbentuk sesuai pola geografis Yunani, dimana setiap pulau, lembah, dan
dataran terpisah satu sama lain oleh laut atau pengunungan.[8]
Perang Lelantin (710–650
SM) adalah konflik yang berlangung pada masa ini dan merupakan perang tertua
yang berhasil terdokumentasikan dari masa Yunani kuno. Konflik ini adalah
pertikaian antara Polis
(negara
kota) Khalkis
dan Eretria
dalam memperebutkan tanah Lelantina yang subur di Euboia. Kedua kota
itu menderita kemunduran akibat lamanya perang, meskipun Khalkis menjadi
pemenangnya.
Kaum saudagar
berkembang pada paruh pertama abad ke-7 SM, ditunjukkan dengan diperkenalkannya
mata uang koin sekitar
680 SM[9]
Hal ini nampaknya menimbulkan ketegangan pada banyak negara kota. Rezim kaum
aristokrat yang secara umum memerintah polis kini terancam oleh para
saudagar kaya, yang pada gilirannya menginginkan juga kekuasaan politik. Sejak
tahun 650 SM, para aristikrat harus berusaha supaya tidak digulingkan dan
digantikan oleh tiran
populis. Kata ini berasal dari
kata Yunani non-peyoratif,
τύραννος "("tyrannos"), bermakna 'penguasa tidak sah',
meskipun gelar ini berlaku baik untuk pemimpin yang bagus maupun yang buruk.[10]
Populasi yang bertambah dan kurangnya lahan nampaknya telah memicu perselisihan
internal antara kaum kaya dan kaum miskin di banyak negara kota. Di Sparta, Perang Messenia terjadi
dan akibatnya Messenia ditaklukan dan
penduduknya dijadikan budak. Perang ini dimulai pada paruh kedua abad ke-8 SM,
dan merupakan suatu tindakan tanpa pendahulu di Yunani kuno. Praktik ini
memungkinkan terjadinya revolusi sosial.[11]
Penduduk yang diperbudak, yang kemudian disebut helot, dipaksa untuk
bertani dan bekerja untuk rakyat Sparta, sementara semua lelaki Sparta menjadi
prajurit dan masuk ke dalam Pasukan
Sparta. Ini telah menjadikan Sparta sebagai negara yang termiliterisasi
secara permanen. Bahkan orang kaya juga harus hidup dan berlatih sebagai
prajurit seperti halnya kaum miskin. Penyetaraan ini bertujuan mengurangi
potensi terjadinya konflik sosial antara kaum kaya dan kaum miskin. Reformasi
ini disebut-sebut dilakukan oleh Lykurgos dari Sparta
dan kemungkinan selesai pada 650 SM. Athena menderita krisis tanah dan
pertanian pada akhir abad ke-7 SM dan lagi-lagi mengalami perang saudara. arkhon (hakim kepala) Drako membuat beberapa perubahan
terhadap kode hukum pada 621 SM, tapi tindakan ini gagal meredakan konflik.
Pada akhirnya reformasi terjadi berkat Solon (594 SM), yang
memperbanyak tanah untuk orang miskin tapi menempatkan kaum aristokrat sebagai
pemegang kekuasaan. Reformasi ini cukup membuat Athena stabil.
Pada abad ke-6 SM
beberapa negara kota telah tumbuh menjadi kekuatan dominan Yunani, antara lain
Athena, Sparta, Korinthos,
dan Thebes.
Masing-masing menaklukkan wilayah pedesaan dan kota kecil sekitarnya. Sementara
Athena dan Korinthos juga menjadi kekuatan maritim dan perdagangan terkemuka. Pertumbuhan
penduduk yang pesat pada abad ke-8 dan ke-7 SM telah mengakibatkan perpindahan
penduduk Yunani ke koloni-koloninya di Yunani
Besar (Italia
selatan dan Sisilia),
Asia Minor
dan wilayah lainnya. Emigrasi ini berakhir pada abad ke-6 yang pada saat itu
dunia Yunani, secara budaya dan bahasa, mencakup kawasan yang jauh lebih luas
dari negara Yunani sekarang. Koloni Yunani ini tidak diperintah oleh kota
pembangunnya, meskipun mereka tetap menjalin hubungan keagamaan dan
perdagangan.
Pada periode ini,
perkembangan yang pesat dalam bidang ekonomi terjadi di Yunani dan juga di
daerah-daerah koloninya, yang menikmati kemajuan dalam perdagangan dan
manufaktur. Periode ini juga ditandai dengan meningkatnya standar hidup di
Yunani dan koloninya. Beberapa studi memperkirakan bahwa rata-rata ukuran rumah
tangga Yunani, pada periode 800 SM sampai 300 SM, meningkat sampai lima kali
lipat, yang mengindikasikan adanya peningkatan tajam dalam hal pendapatan para
penduduknya. Pada paruh kedua abad ke-6 SM, Athena jatuh dalam cengkeraman
tirani Peisistratos
dan putranya; Hippias
dan Hipparkhos.
Akan tetapi pada tahun 510 SM pada pelantikan aristokrat Athena Keisthenes, raja Sparta Kleomenes I
membantu rakyat Athena menggulingkan sang tiran. Setelah itu Sparta dan Athena
berulang kali saling serang, pada suatu saat Kleomenes I mengangkat Isagoras
yang pro-Sparta menjadi arkhon Athena. Untuk mencegah Athena menjadi negara
boneka Sparta, Kleisthenes meminta warga Athena untuk melakukan suatu revolusi
politik: bahwa semua warga Athena memiliki hak dan kewajiban politik yang sama
tanpa memandang status: dengan demikian Athena menjadi "demokrasi".
Gagasan ini disambut oleh warga Athena dengan bersemangat sehingga setelah
berhasil menggulingkan Isagoras dan menerapkan reformasi Kleisthenes, Athena
dengan mudah berhasil menangkal tiga kali serangan Sparta yang berusaha mengembalikan
kekuasaan Isagoras.[12]
Bangkitnya demokrasi memulihkan kekuatan Athena dan memicu dimulainya 'masa
keemasan' Athena.
A.3.2. Yunani Klasik
A.2.2.1. Abad ke-5 SM
Athena dan Sparta
bersekutu untuk menghadapi ancaman asing yang sangat kuat dan berbahaya, Kekaisaran
Persia. Setelah menindas Pemberontakan Ionia, Kaisar Darius I dari
Persia, Maharaja
Kekaisaran Akhemeniyah memutuskan untuk
menaklukan Yunani. Serangan Persia pada tahun 490 SM diakhiri dengan kemenangan
Athena dalam Pertempuran Marathon dibawah kepemimpina Miltiades
Muda. Xerxes
I, putra dan pewaris Darius I, mencoba kembali menaklukan Yunani 10 tahun
kemudian. Akan tetapi pasukan Persia yang berjumlah besar menderita banyak
korban dalam Pertempuran Thermopylae, dan persekutuan
Yunani menang dalam Pertempuran Slamis dan Pertempuran Plataia. Perang Yunani-Persia berlangsung hingga 449
SM, dipimpin oleh Athena serta Liga Delosnya, pada saat ini Makedonia, Thrakia, dan Kepulauan Aigea serta Ionia semua terbebas
dari pengaruh Persia.
Posisi dominan
kemaharajaan maritim Athena mengancam posisi Sparta dengan Liga
Peloponnesos-nya, yang meliputo kota-kota di daratan Yunani. Konflik tak
terhindarkan ini berujung pada Perang Peloponnesos (431-404 SM). Meskipun
berulang kali berhasil menghambat perang, Athena berulang kali terpukul mundur.
Wabah Wabah penyakit yang
menimpa Athena pada 430 SM disusul kegagalan ekspedisi
militer ke Sisilia sangat melemahkan Athena. Diduga sepertiga warga Athena
tewas, termasuk Perikles,
pemimpin mereka.[13] Sparta
berhasil memancing pemberontakan para sekutu Athena, dan akhirnya melumpuhkan
kekuatan militer Athena. Peristiwa penting terjadi pada 405 SM ketika Sparta
berhasil memotong jalur suplai pangan Athena dari Hellespont.
Terpaksa menyerang, armada angkatan laut Athena yang pincang dihancurkan oleh
pasukan Sparta dibawah pimpinan Lysandros dalam Pertempuran
Aigospotami. Pada 404 SM Athena mengajukan permohonan perdamaian, dan
Sparta menentukan persyaratannya; Athena harus kehilangan tembok kotanya
(termasuk Tembok Panjang), armada lautnya, dan seluruh
koloninya di seberang laut.
A.3.2.2. Abad ke-4 SM
Yunani memasuki
abad ke-4 SM dibawah hegemoni Sparta, akan
tetapi jelas dari awal bahwa Sparta memiliki kelemahan. Krisis demografi
menyebabkan kekuasaan Sparta terlalu meluas sedangkan kemampuannya terbatas
untuk mengelolanya. Pada 395 SM Athena, Argos, Thebes, dan Korinthos merasa
mampu menantang dominasi Sparta, yang berujung pada Perang Korinthios
(395-387 SM). Perang ini berakhir dengan status quo, dengan diselingi
intervensi Persia atas nama Sparta. Hegemoni Sparta berlangsung trus selama 16
tahun setelah peristiwa itu, hingga Sparta berusaha memaksakan kehendanya
kepada warga Thebes, Sparta kalah telak dalam Pertempuran Leuktra pada tahun 371 SM. Jenderal
Thebes Epaminondas memimpin pasukan
Thebes memasuki semenanjung Peloponesos, sehingga banyak negara-kota memutuskan
hubungannya dengan Sparta. Pasukan Thebes berhasil memasuki Messenia dan
membebaskan rakyatnya. Kehilangan tanah dan penduduk jajahan, Sparta jatuh
menjadi kekuatan kelas dua. Hegemoni Thebes kemudian
berdiri meski berusia singkat. Dalam Pertempuran Mantinea
pada tahun 362 SM melawan Sparta dan sekutunya, Thebes kehilangan pemimpin
pentingnya, Epamonides, meskipun mereka meraih kemenangan. Akibat kekalahan
ini, baik Thebes maupun Sparta sama-sama menderita kerugian besar sehingga tak
satupun di antara mereka atau sekutunya yang dapat meraih dominasi di Yunani.
Melemahnya
berbagai negara-kota di jantung Yunani terjadi bersamaan dengan bangkitnya Makedonia, yang dipimpin oleh Philippos II. Dalam waktu dua puluh
tahun, Philipos berhasil mempersatukan kerajaannya, memperluasnya ke utara
dengan memojokkan suku-suku Illyria, dan
kemudian menaklukkan Thessalia dan Thrakia. Kesuksesannya terjadi berkat inovasinya, yang
mereformasi pasukan Makedonia. Berulang kali Philippos campur
tangan dalam urusan politik negara-kota di selatan, yang berujung pada
invasinya pada tahun 338 SM. Setelah mengalahkan gabungan tentara Athena dan
Thebes secara telak dalam Pertempuran Khaironeia
pada tahun 338 SM, Philippos secara de facto menjadi hegemon seluruh
Yunan, kecuali Sparta. Ia memaksa mayoritas negara-kota Yunani untuk bergabung
ke dalam Liga Korinthos dan bersekutu dengannya, serta
mencegah mereka saling menyerang. Philiposp memulai serangan terhadap Kekaisaran Akhemeniyah, akan tetapi ia
dibunuh oleh Pausanias dari Orestis
pada awal konflik.
Aleksander
Agung, putra dan pewaris Philippos, melanjutkan perang. Aleksander
mengalahkan Darius III dari Persia dan menghancurkan
Kekaisaran Akhemeniyah sepenuhnya, serta memasukkannya ke dalam Kekaisaran Makedonia. Karena kehebatannya, ia
memperoleh gelar 'Agung'. Kerika Aleksander wafat pada 323 SM, kekuasaan dan
pengaruh Yunani berada pada puncaknya. Terjadi perubahan politik, sosial dan
budaya yang mendasar; semakin menjauh dari polis (negara-kota) dan lebih
bekembang menjadi kebudayaan Hellenistik.
A.3.3. Yunani Hellenistik
Periode
Hellenistik bermula pada 323 SM, ditandai dengan berakhirnya penaklukan Aleksander
Agung, dan diakhiri dengan penaklukan Yunani oleh Republik
Romawi pada 146 SM. Meskipun demikian berdirinya kekuasaan Romawi tidak
memutuskan kesinambungan sistem sosial kemasyarakatan dan budaya Yunani, yang
tetap tidak berubah hingga bangkitnya agama Kristen, yang
menandai runtuhnya kemerdekaan politik Yunani.
B. Romawi Kuno
Kekaisaran Romawi
(bahasa
Latin: Imperium
Romanum) adalah periode pasca-Republik
peradaban
Romawi kuno, ditandai dengan bentuk pemerintahan otokrasi dan
wilayah kekuasaan yang lebih luas di Eropa dan sekitar Mediterania.[14]
Republik Romawi yang betahan selama 500 tahun dan lebih dulu ada, telah melemah
dan runtuh melalui beberapa perang saudara. Beberapa peristiwa banyak
diajukan sebagai penanda peralihan dari Republik menjadi Kekaisaran, termasuk
penunjukan Julius Caesar sebagai diktator
seumur hidup (44 SM), Pertempuran Actium (2 September 31 SM), dan
pemberian gelar Augustus kepada Oktavianus
oleh Senat (4 Januari 27 SM). Pada dua abad pertamanya, Kekaisaran Romawi
mengalami kestabilan dan kemakmuran, sehingga periode tersebut dikenal sebagai Pax Romana ("Kedamaian
Romawi") .[15]
Romawi ini mencapai wilayah terluasnya di bawah kaisar Trajanus: pada
masa peemrintahannya (98 sampai 117 M) Kekaisaran Romai menguasai kira-kira 6.5
juta km [16] permukaan tanah. Pada akhir abad ke-3 M,
Romawi menderita krisis yang mengancam
keberlangsungannya, namun berhasil disatukan kembali dan distabilkan oleh
kaisat Aurelianus
dan Diokletianus.
Umat Kristen bangkit berkuasa pada abad ke-4 ketika pemerintahan ganda
dikembangkan di Barat Latin dan
Timur Yunani.
Kekaisaran Romawi Barat runtuh
pada 476 M setelah Romulus Augustus dipaksa untuk menyerah kepada
pemimpin Jermanik, Odoaker.[17]
Sementara Kekaisaran Romawi Timur terus berlanjut hingga Abad
Pertengahan sebagai Kekaisaran Bizantium, yang pada akhirnya
runtuh pada tahun 1453 dengan meninggalnya Konstantinus XI dan penaklukan Konstantinopel oleh Turki Utsmaniyah yang dipimpin oleh Mehmed II.[18]
Karena wilayahnya yang luas dan jangka
waktunya yang lama, institusi dan kebudayaan Romawi memberikan pengaruh yang
besar terhadap perkembangan bahasa, agama, arsitektur, filsafat, hukum, dan
bentuk pemerintahan di daerah-daerah yang dikuasainya, khususnya di Eropa.
Ketika bangsa Eropa melakukan ekspansi ke belahan dunai lainnya, pengaruh
Romawi ikut disebarkan ke seluruh dunia.
B.1. Sejarah
Romawi telah mulai
menganeksasi provinsi-provinsi sejak
abad ke-3 SM, empat abad sebelum mencapai jangkauan terluasnya, dan dalam arti
tersebut, Romawi sudah menjadi sebuah "kekaisaran" meskipun masih
dijalankan sebagai sebuah republik. [19]
Provinsi di Republik Romawi dikelola oleh mantan konsul
dan praetor,
yang dipilih untuk masa jabatan satu tahun dan memperoleh imperium,
"hak memimpin".[20]
Pengumpulan harta kekayaan oleh sejumlah kecil orang melalui komando atas
provinsi merupakan seuatu faktor penting dalam peralihan Romawi dari republik
menjadi kekaisaran otokrasi.[21]
Kelak, posisi kekuasaan yang dipegang oleh kaisar diungkapkan sebagai imperium.[22]
Kata imperium dalam bahasa Latin tersebut merupakan asal muasal untuk
kata imperium dalam bahasa Indonesia, yang maknanya mulai berpengaruh pada
sejarah Romawi selanjutnya.[23]
B.2. Pemerintahan
B.2.1. Kaisar
Kekuasaan Kaisar
(atas imperiumnya),
paling tidak secara teori, adalah berdasarkan kekuasaannya sebagai Tribunus (potestas
tribunicia) dan sebagai Prokonsul Kekaisaran (imperium proconsulare).[24]
Secara teori, kekuasaan Tribunus (sebagaimana sebelumnya kekuasaan Tribunus Pleb di masa Republik
Romawi) membuat seorang Kaisar dan jabatannya menjadi tak dapat
dipersalahkan (sacrosanctus), dan memberikan Kaisar kekuasaan untuk
mengatur pemerintahan Romawi, termasuk kekuasaan untuk mengepalai dan
mengontrol Senat. Kekuasaan Prokonsul Kekaisaran (sebagaimana
sebelumnya kekuasaan gubernur militer, atau prokonsul, di masa Republik Romawi)
memberinya wewenang atas tentara Romawi. Ia juga mendapat kekuasaan yang di
masa Republik merupakan hak dari Senat dan Majelis
Romawi, antara lain termasuk hak untuk menyatakan perang, meratifikasi
perjanjian, dan bernegosiasi dengan para pemimpin asing.[25]
Kaisar juga
memiliki kewenangan untuk melaksanakan berbagai tugas yang sebelumnya dilakukan
oleh para Censor,
termasuk kekuasaan untuk mengatur keanggotaan Senat. Selain itu, Kaisar juga mengendalikan lembaga
keagamaan, karena sebagai kaisar ia adalah Pontifex Maximus dan
merupakan salah satu anggota pimpinan dari keempat lembaga keagamaan Romawi.
Perbedaan-perbedaan wewenang tersebut meskipun jelas di masa awal Kekaisaran,
akhirnya mengabur dan kekuasaan Kaisar menjadi kurang konstitusional dan
semakin monarkis.[26]
C. Zaman Kekaisaran Cina
Raja terakhir Dinasti Shang, Di Xin
adalah merupakan seorang penguasa yang kejam, sebagaimana halnya Jie, raja
terakhir Dinasti Xia. Dengan tanpa memperdulikan kekacauan yang terjadi di
negaranya, ia memerintahkan pembangunan istana dan taman-taman yang indah.[27]
Untuk menekan orang-orang yang tidak bersedia patuh padanya, dipergunakanlah
alat-alat penyiksaan yang mengerikan, kekacauan di tengah masyarakat pun makin
menjadi-jadi.
Zhou, sebuah negeri di daerah perbatasanpun menjadi
makin maju. Ia semakin bertambah kuat di bawah pemerintahan Raja Wen. Tatkala
Raja Wen wafat, maka puteranya, Ji Fa, menggantikannya memerintah negeri
tersebut dengan gelar Raja Wu. Pada tahun 1122 SM dengan disertai oleh Jiang
Shang dan Zhou Dan, Raja Wu melakukan serangan untuk menghukum kelaliman Dixin.
Pada saat itu, tentara Shang yang telah banyak menderita akibat ulah raja
mereka sendiri, berbalik mendukung Raja Wu dan bersama-sama berbaris menuju ibu
kota Shang. Di Xin bunuh diri dan berakhirlah Dinasti Shang. Secara tradisional
Dinasti Zhou dibagi menjadi empat periode sebagai berikut: Zhou Barat, yang
beribukotakan di Houjing, berkuasa hingga tahun 711 SM, Dinasti Zhou Timur yang
memindahkan ibu kotanya ke sebelah timur (kota Luoyang sekarang), ChunQiu
[Jaman Musim Semi dan Rontok] (770-476 SM), dan ZhanGuo [Masa Perang Antar
Negeri] (475-221 M). Dinasti Zhou merupakan dinasti yang terlama memerintah di
Tiongkok, yakni sekitar 800 tahun dan terkenal oleh karena pencapaiannya dalam
bidang filosofis. Pada masa dinasti ini lahirlah para filosof yang terkemuka,
seperti misalnya: Lao Zi, Kong Zi (yang terkenal di Barat dengan sebutan
Confucius di-Indonesiakan sebagai Konfusius atau Khonghucu), Meng Zi (lebih
terkenal di Barat dengan sebutan Mencius di-Indonesiakan sebagai Mensius), dan lain
sebagainya. Namun yang terpenting dari semua ahli filsafat itu memang hanya
tiga yakni: Lao Zi, Kong Zi dan Meng Zi. Selain ketiga ahli filsafat terkemuka
tersebut, terdapat pula aliran filsafat yang cukup penting, yakni legalisme
(Fajia).Barangkali sebelum melanjutkan pembahasan, kita perlu mempelajari
secara ringkas riwayat dan ajaran masing-masing ahli filsafat terkemuka
tersebut. Selain itu kita juga akan membahas mengenai aliran Fajia (legalisme),
karena akan berperanan penting terhadap penyatuan Tiongkok di bawah Dinasti
Qin. Kong Fuzi (551 SM – 472 SM)
C.2. Kitab-kitab yang mendasari Ajaran Konfusianisme
Para
ahli mengatakan bahwa kitab yang benar-benar berasal dari Konfusius dapat
dikatakan hampir tidak ada (meskipun para umat Konfusius meyakini kitab-kitab
tersebut sebagai asli dari Konfusius sendiri, kasus sama yang juga berlaku
dengan agama-agama lainnya), kecuali Xiao Jing yang dipercaya sebagai karya
Konfusius sendiri. Sedangkan kitab-kitab yang kita kenal sekarang sebagai
kitab-kitab Konfusianisme, sesungguhnya adalah hasil penghimpulan kembali oleh
seorang ahli filsafat Konfusianis, bernama Zhu Xi (1130 – 1200) pada masa
dinasti Song.
Berikut ini akan diberikan daftar lengkap kitab-kitab
yang mendasari Konfusianisme sebagaimana yang kita kenal sekarang:
(i) Zhou Yi, berasal dari kitab Yi Jing dan Yi Zhuan
yang digabung menjadi satu.
(ii) Shang Shu, cacatan2 politik dinasti Zhou dan jaman sebelumnya.
(ii) Shang Shu, cacatan2 politik dinasti Zhou dan jaman sebelumnya.
(iii) Shi Jing,catatan nyanyian2 pada jaman dinasti
Zhou.
(iv) Zhou Li, mencatat sistem pemerintahan dan
organisasi negara pada jaman dinasti Zhou
(v) Yi Li, adat istiadat para bangsawan.
(v) Yi Li, adat istiadat para bangsawan.
(vi) Cun Qiu Zhuo Zhuan, buku sejarah kerajaan Lu yang
dikarang oleh Zhuo Qiu Ming
(vii) Cun Qiu Gong Yang Zhuan, yang dikarang oleh orang kerajaan Ji bernama Gong Yang
(vii) Cun Qiu Gong Yang Zhuan, yang dikarang oleh orang kerajaan Ji bernama Gong Yang
Zi
(viii) Cun Qiu Kai Liang Zhuan, dikarang oleh murid Zi
Xia (muridnya Konfusius juga yang akhirnya menjadi penganut aliran Fa Jia)
yaitu Kai Liang
(ix) Lun Yu, pada awalnya itu bukan disebut Lun Yu
bahkan ada dua jenis yaitu Ji Lun dan Lu Lun. Lun Yu yang sekarang ini
dirangkai kembali oleh Zhang Yi yang berdasarkan dari
kitab Ji Lun dan Lu Lun.
Sering disebut Zhang Hou Lun.
(x) Meng Zi, dicatat dan dibuat oleh Meng Zi
(xi) Xiao Jing, dipercaya karangan Konfusius
(xii) Erl Ya, buku2 syair yang dipercaya dibuat oleh
Zhou Gong
(xiii) Li Ji , membahas masalah2 kebajikan dan adat
istiadat.
Dipercaya dicatat dan dikumpulkan oleh 70 murid
Konfusius. Di dalamnya terkandung Kitab Da Xue dan Zhong Yong. Sebelumnya pada
masa Dinasti Han, kita hanya mengenal enam kitab atau Liu Jing:
(i) Shi Jing
(ii) Su atau Shang su
(iii) Li Jing yang ada 3 bagian yaitu Li Ji , Yi Li
dan Zhou Li
(iv) Zhou Yi
(v) Cun Qiu(vi) Yue Jing
C. 3. Ajaran Konfusius
Konfusius
hidup pada masa kemerosotan Dinasti Zhou dan para tuan tanah serta bangsawan
feodal menguasai negara-negara bagian. Pada jaman itu pula adat istiadat
diremehkan dan terjadi kemerosotan moral. Konfusius mengajarkan kebajikan
dengan harapan bisa membawa perubahan pada masa yang kacau itu. Filsafat
Konfusius didasarkan pada pendidikan moral masing-masing individu. Ia selalu
mendorong org utk berbuat baik dan mempengaruhi orang lainnya. Dalam Lun Yu,
Konfusius menekankan kata-kata “Ren” yang artinya kebajikan. Arti kata “Ren” sendiri
adalah “Kasihilah sesamamu, jangan lakukan perbuatan terhadap orang lain
apabila Anda tidak suka diperlakuan demikian”. Serta keinginan untuk
mengembangkan diri maupun sesama kita. Selain itu juga membahas “Li” atau tata
krama/ adat istiadat. Konfusius di dalam Lun Yu beranggapan bahwa adat istiadat
dan kebajikan itu tidak dapat dipisahkan. Konfusius menerangkan kepada muridnya
Yan Yuan mengenai definisi kebajikan sebagai berikut: “Menguasai diri serta
mengikuti adat istiadat artinya adalah berbuat baik”. Jika tidak sesuai dengan
adat istiadat jangan didengarkan, jika tidak sesuai dengan adat istiadat jangan
diucapkan, jika tidak sesuai dengan adat istiadat jangan dilakukan. Ketika
membahas kewajiban seorg anak, Konfusius menjelaskan, “Selama orang tuamu masih
hidup, taatilah adat istiadat dalam mengasihi mereka, setelah mereka meninggal,
taatilah adat istiadat dalam menguburkan mereka, taatilah adat istiadat dalam
memberikan persembahan kepada mereka”. Jadi disini bisa dilihat bahwa selain
bicara “Ren” Konfusius juga bicara adat istiadat. Yang mana keduanya merupakan
hubungan yang amat penting dalam membina kebajikan. Lao Zi Berbeda dengan
Konfusius, riwayat hidup Lao Zi masih diselubungi bayang-bayang sejarah. Tidak banyak catatan yang dapat
ditemukan mengenai kehidupan Beliau yang bernama asli Li Er. Menurut sejarahwan
Tiongkok, Sima Qian (Shu Xian) yang menulis sekitar tahun 100 sesudah masehi,
bahwa Lao Zi berasal dari desa Churen, propinsi Hunan, dan hidup sekitar abad
ke-6 SM, di ibu kota Loyang negara Chu. Nama keluarganya Li, dan nama
panggilannya Er. Beliau sempat diangkat sebagai seorang ahli perpustakaan [Shi]
kerajaan pada masa pemerintahan Dinasti Zhou. Sebagai seorang ahli perpustakaan
maka Beliau juga dikenal sebagai seorang yang ahli dalam bidang perbintangan
dan peramalan, yang juga menguasai berbagai kitab kuno. Pada usia tuanya Lao Zi
mengundurkan diri dari perkerjaannya sebagai ahli perpustakaan kerajaan. Saat
hendak meninggalkan ibu kota ia dihentikan oleh penjaga gerbang bernama Lin
Yixi yang memintanya untuk menulis kitab. Permintaan ini dipenuhi oleh Lao Zi
dan ia menuliskan sejilid kitab singkat yang hanya terdiri dari 5000 huruf
Mandarin, dan sesudah menyerahkan kitab tersebut pada penjaga gerbang, Beliau
meninggalkan ibu kota dan selanjutnya tidak pernah muncul kembali. Kitab
tersebut yang berjudul Dao De Jing, kemudian menjadi kitab pegangan bagi para
penganut Taoisme. Aliran Legalisme (Fajia) Aliran Fa atau Legalisme adalah
aliran yang menitik-beratkan pada sistem pemerintahan. Tokoh2 aliran Fa banyak
yang mengabdikan diri pada kerajaan Qin. Misalnya Shang Yang , kemudian Han
Feizi dan Li Si yang mengabdi pada Ying Zheng (pendiri Dinasti Qin – lihat
pembahasan pada bagian berikutnya mengenai Dinasti Qin). Dalam kitab Han Feizi
diterangkan secara jelas bahwa kaum moralis (yang diwakili oleh kaum
Konfusianis) tidak bisa cocok dengan kaum legalis. Pemikiran ini dituliskannya
dalam kisah tombak sakti yang bisa menembusi segalanya dan perisai sakti yang
tidak dapat ditembusi oleh apapun. Fajia dipopulerkan oleh Xun Zi (Xun Qing)
dan banyak penganut Konfusianisme yang beralih ke Aliran Fajia karena mungkin
beranggapan Aliran Fajia lebih realistis utk mengatur negara. Zi Xia dan Wu Zi
(Wu Qi) adalah dua contoh penganut Konfusianisme yang kemudian berpindah
menganut aliran Fajia. Aliran Fajia membahas 3 faktor pokok dalam seni
memerintah[28].
(i) Fa atau hukum (pemberian penghargaan dan hukuman)
(ii) Su atau seni/ teknik mengawasi
(iii) Se atau wewenang/ kekuasaan
Prinsip ini tetap digunakan oleh Liu Bang, pendiri
Dinasti Han, yakni dinasti yang memerintah setelah Qin. Kita dapat melihat
bahwa sistim manajemen modernpun menerapkan sistim ini. Jauh sebelum bangsa
Barat menciptakan sistim manajemen yang terpadu, Bangsa Tionghoa telah menerapkannya.
Fa atau hukum apabila diterapkan pada perusahaan, dapat pula berupa aturan
perusahaan, kesepakatan kerja bersama, dan lain sebagainya. Seni pengawasan
atau Su pada perusahaan modern adalah berupa sistim supervisi yang rapi.
Pemantauan kualitas (Quality Control) adalah termasuk di dalamnya. Kekuasaan
atau wewenang (Se) pada manajemen perusahaan modern berupa sistim atau hirarki
manajerial dalam perusahaan. Struktur organisasi perusahaan adalah wujud dari
pengaturan kekuasaan atau wewenang ini. Kerajaan Qin memang bisa dikatakan
penganut paham legalisme dalam mengatur negara. Perdana mentri Li Si yang
membantu Qin Shihuang (Ying Zheng) juga penganut Fa Jia. Han Feizi, rekan Li Si
adalah juga penganut Fajia , hanya saja kecemburuan Li Si akan karir Han Feizi
membuat Han Feizi difitnah dan mati. Pada perkembangan selanjutnya Dinasti Zhou
terpecah belah menjadi banyak negara-negara feodal yang saling berperang.[29]
Jaman tersebut dinamakan Jaman Musim Semi dan Rontok (Chun Qiu) yang
berlangsung dari tahun 770 – 476 SM. Masing-masing berupaya untuk menjadi yang
terkuat, hingga akhirnya pemerintah pusat Dinasti Zhou menjadi lemah dan hanya
dapat bertahan hingga tahun 256 SM. Pada akhirnya hanya tinggal tersisa tujuh
negara bagian yang terkuat, yakni: Han, Wei, Zhao, Qin, Chu, Yan, dan Qi. Jaman
itu dinamakan “Masa Perang Antar Negeri” (Zhanguo) dan berlangsung dari tahun
475 – 221 SM. Dari ketujuh negara tersebut, Qin berhasil menjadi yang terkuat.
Pada tahun 221 SM, di bawah pemimpinnya yang bergelar Qin Shihhuangdi, mereka
berhasil menyatukan seluruh Tiongkok dan mendirikan Dinasti Qin. Sumbangsih
Dinasti Zhou bagi peradaban Tionghoa adalah ajaran dari para filosof terkemuka
tersebut. Ujian negara yang ditetapkan bagi calon pejabat negara adalah
didasarkan pada Ajaran Konfusius dan ini baru dihapuskan pada tahun 1911
(sekitar 2400 tahun setelah kelahiran Konfusius), saat runtuhnya sistim
kerajaan di Tiongkok.
D. PERADABAN AWAL BANGSA INDIA
Secara geografis, wilayah India merupakan suatu jazirah dari benua Asia.
Letak India seakan-akan terpisah dari daratan Asia. Hal ini disebabkan oleh
pegunungan Himalaya di sebelah utara India. Oleh karena posisi wilayahnya
menyendiri dari daerah Asia yang lain, maka India sering disebut “anak benua
Asia”.
Di
tengah-tengah daerah India terdapat pegunungan Windya. Pegunungan inimembagi
India menjadi dua bagian, India Utara dan India Selatan. Pada daerah India
bagian Utara, mengalir sebuah sungai Shindu (Indus), Gangga, Yamuna, dan
Brahmaputera. Daerah itu merupakan daerah subur sehingga sangat padat
penduduknya. India bagian Selatan sangat berbeda keadaannya dengan India bagian
Utara. Daerahnya terdiri dari bukit-bukit dan gunung-gunung yang kering dan
tandus. Daratan tinggi di India bagian Selatan diberi nama Dataran Tinggi
Dekkan. Dataran Tinggi Dekkan kurang mendapat hujan sehingga daerahnya terdiri
atas padang rumput savanna yang amat luas.
Dalam
sejarahnya, India memiliki dua peradaban kuno, yaitu peradaban lembah sungai
Indus (Shindu) dan peradaban lembah sungai Gangga. Kedua peradaban ini menjadi
bukti penting keberadaan bangsa India sebagai salah satu pemilik kebudayaan
tertua yang sangat ternama di dunia.
D.1. PERADABAN
LEMBAH SUNGAI INDUS (SHINDU)
D.1.1. Pusat Peradaban.
Awal abad
ke-20, arkeolog Inggris Sir John H Marshall mengekskavasi kota kuno
Mohenjondaro dan Hara. Hasilnya tingkat kesibukan dan keramaian kedua kota
tersebut membuat Marshall terkejut. Ini adalah bekas ibukota dua negara merdeka
pada jaman peradaban sungai India antara tahun 2350-1750 sebelum masehi,
penelitian lebih lanjut menghasilkan perhitungan, dua kota masing-masing
terdapat sekitar 30 hingga 40 ribu penduduk, lebih banyak dibanding penduduk
kota London yang paling besar pada abad pertengahan. Dari hasil penelitian lebih lanjut, diketahui kedua kota kuno tersebut
dibagi dua bagian, yaitu kota pemerintahan dan kota administratif.
Kota
administratif adalah daerah permukiman, tempat tinggal yang padat dan jalan raya
yang silang menyilang, kedua sisi jalan banyak sekali toko serta pembuatan
barang-barang tembikar. Sementara kota pemerintahan
adalah wilayah istana kerajaan yang dikelilingi oleh pagar tembok yang tinggi
besar dan menara gedung.
Masyarakat
yang bermukim di kedua kota kuno ini diketahui telah mengenal sistem saluran
air bawah tanah yang sempurna dengan menggunakan bata. Puing-puing menunjukkan
Mohenjodaro dan Harappa merupakan sebuah kota yang mempunyai rancangan bangunan
di sekeliling ruang lingkup tertentu, kurang lebih menggunakan bahan yang sama,
segalanya sangat teratur, bahwa pada 3000 SM, orang-orang membangun kota dengan
skala yang sedemikian memperlihatkan tingginya peradaban mereka.
Jalan-jalannya
lurus sehingga membentuk blok-blok pemukiman berbentuk segi empat. Sudah ada
sistem pembuangan sampah dan air limbah. Inilah kota pertama yang menujukan
tanda-tanda pembangunan yang berencana. Barat kota adalah pusat religius,
politik, dan pendidikan. Petani tinggal di luar tembok kota dekat perladangan.
Kelompok miskin menempati pinggir kota tetapi masih berada di dalam tembok.
Pedagang dan seniman tinggal di dekat pusat kota, sedangkan bangsawan,
agamawan, dan punggawa kerajaan menempati wilayah pusat.
Puing-puing
menunjukkan Harappa merupakan sebuah kota yang mempunyai rancangan bangunan
disekeliling ruang lingkup tertentu, kurang lebih menggunakan bahan yang sama,
segalanya sangat teratur, bahwa pada tahun 3000 sebelum masehi, orang-orang
membangun kota dengan skala yang sedemikian, memperlihatkan tingginya peradaban
mereka. Kedua kota ini hilang pada tahun 1750 sebelum masehi, kira-kira dalam
waktu 1000 tahun kebelakang, didaerah aliran sungai India tidak pernah ada lagi
kota yang demikian megahnya, namun pada 500 tahun lampau, ketika bangsa Arya
datang menginvasi, kebudayaan Harappa sudah merosot. (Peradaban Lembah Sungai
Indus diketahui melalui penemuan-penemuan arkeologi-di Kota Harappa dan
Mohenjodaro. Kota Mohenjodaro diperkirakan sebagai ibukota daerah Lembah Sungai
Indus bagian selatan dan Kota Harappa sebagai ibukota Lembah Sungai Indus
bagian utara. Mohenjodaro dan Harappa merupakan pusat peradaban bangsa India
pada masa lampau.
D.2 . Tata Kota
D.2.1. Kota Mohenjadaro
Mohenjodaro adalah salah satu situs dari sisa-sisa permukiman
terbesar dari Kebudayaan Lembah Sungai Indus, yang terletak di propinsi Sind,
Pakistan. Dibangun pada sekitar tahun 2600 SM, kota ini
adalah salah satu permukiman kota pertama di dunia, bersamaan dengan peradaban
Mesir Kuno, Mesopotamia dan Yunani Kuno. Reruntuhan bersejarah ini dimasukkan
oleh UNESCO ke dalam Situs Warisan Dunia. Arti dari Mohenjo-daro adalah “Bukit
orang mati”. Seringakali kota tua ini disebut dengan “Metropolis Kuno di Lembah
Indus”. (Di Kota Mohenjodaro dan terdapat gedung-gedung dan rumah tinggal serta
pertokoan dibangun secara teratur dan berdiri kukuh. Gedung-gedung dan rumah
tinggal dan pertokoan itu sudah terbuat dari batu bata lumpur. Wilayah kota
dibagi atas beberapa bagian atau blok yang dilengkapi jalan yang ada aliran
airnya. Mohenjodaro
terletak di Distrik Larkana sekitar 28 km dari Larkana and 107 km dari sukkur.
27o 19‘ 30.36“ Bujur Utara and 68o 08‘ 08.77” Bujur Timur.
Benda-benda
yang ditemukan: huruf, bangunan, perhiasan, alat rumah tangga, permainan
anak-anak yang sudah dihiasi berbagai seni gambar dan seni ukir yang indah,
mereka telah mengenal biantang: gajah, unta, kerbau, anjing. Berdasarkan
benda-benda yang ditemukan di Mohenjodaro, maka dapat disimpulkan bahwa peradaban
Lembah Sungai Indus di Mohenjodaro sudah sangat tinggi. Menurut penentuan karbon 14, keberadaan kedua kota ini seharusnya
adalah antara tahun 2000 hingga 3000 sebelum masehi, lagi pula kota Harappa
mengekskavasi perkakas batu 10 ribu tahun lampau. Luasnya kurang lebih 25 km
persegi.
D.2.2. Kota
Harappa
Harappa ialah sebuah kota di Punjab, timur laut Pakistan
sekitar 35 km tenggara Sahiwal. Kota ini terletak di bantaran bekas Sungai Ravi. Munculnya peradaban Harappa lebih awal
dibanding kitab Veda, saat itu bangsa Arya belum sampai India. Waktunya adalah
tahun 2500 sebelum masehi, bangsa Troya mendirikan kota Harappa dan
Mohenjondaro serta kota megah lainnya didaerah aliran sungai India. Kota
modernnya terletak di sebelah kota kuno ini, yang dihuni antara tahun 3300
hingga 1600 SM. Di kota ini banyak ditemukan relik dari masa Budaya Indus, yang
juga terkenal sebagai budaya Harappa. Harappa memiliki lay-out kota yang sangat
canggih.
Benda-benda
yang ditemukan: arca-arca, patung (terra cotta) yang diukir seperti bentuk
wanita telanjang dengan dada terbuka. Ukiran itu member makna bahwa ibu
merupaka sumber kehidupan; alat dapur dari tanah liat, periuk belanga,
pembakaran dari batu keras (masih kuat sampai sekarang); sebuah patung pohon
disamping dewa (gambaran kesucian pohon bodhi tempat Sidharta menerima wahyu)
beberapa ratus tahun kemudian; arca-arca yang melukiskan lembu yang menyerang
harimau; lembu yang bertanduk, sebagai gambaran bahwa mereka sangat mensuckan
binatang. Hal ini tampak ketika masyarakat India mensucikan sapi sampai
sekarang.
D.2.3. Sistem Pertanian dan Pengairan
Daerah
Lembah Sungai Indus merupakan daerah yang subur. Pertanian menjadi mata
pencaharian utama masyarakat India. Pada perkembangan selanjutnya, masyarakat
telah berhasil menyalurkan air yang mengalir dari Lembah Sungai Indus sampai
jauh ke daerah pedalaman.
Pembuatan
saluran irigasi dan pembangunan daerah-daerah pertanian menunjukkan bahwa
masyarakat Lembah Sungai Indus telah memiliki peradaban yang tinggi.
Hasil-hasil pertanian yang utama adalah padi, gandum, gula/tebu, kapas, teh,
dan lain-lain.
D.2.4. Sanitasi
(Kesehatan)
Masyarakat
Mohenjodaro dan Harappa telah memperhatikan sanitasi (kesehatan) lingkungannya.
Teknik-teknik atau cara-cara pembangunan rumah yang telah memperhatikan
faktor-faktor kesehatan dan kebersihan lingkungan yaitu rumah mereka sudah
dilengkapi oleh jendela.
D.2.5. Teknologi
Masyarakat
Lembah Sungai Indus sudah memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi, Kemampuan
mereka dapat diketahui melalui peninggalan-peninggalan budaya yang ditemukan,
seperti bangunan Kota Mohenjodaro dan Harappa, berbagai macam patung, perhiasan
emas, perak, dan berbagai macam meterai dengan lukisannya yang bermutu tinggi
dan alat-alat peperangan seperti tombak, pedang, dan anak panah.
D.2.6. Pemerintahan
Raja-raja
yang pernah memerintah Kerajaan Maurya antara lain sebagai berikut :
D.2.6.1. Candragupta Maurya
Setelah
berhasil menguasai Persia, pasukan Iskandar Zulkarnaen melanjutkan ekspansi dan
menduduki India pada tahun 327 SM melalui Celah Kaibar di Pegunungan Himalaya.
Pendudukan yang dilakukan oleh pasukan Iskandar Zulkarnaen hanya sampai di
daerah Punjab. Pada tahun 324 SM muncul gerakan di bawah Candragupta. Setelah
Iskandar Zulkarnaen meninggal tahun 322 SM, pasukannya berhasil diusir dari
daerah Punjab dan selanjutnya berdirilah Kerajaan Maurya dengan ibu kota di
Pattaliputra.
Candragupta Maurya menjadi raja pertama Kerajaan
Maurya. Pada masa pemerintahannya, daerah kekuasaan Kerajaan Maurya diperluas
ke arah timur, sehingga sebagian besar daerah India bagian utara menjadi bagian
dari kekuasaannya. Dalam waktu singkat, wilayah Kerajaan Maurya sudah mencapai
daerah yang sangat iuas, yaitu daerah Kashmir di sebelah barat dan Lembah
Sungai Gangga di sebelah timur.
D.2.6.2. Ashoka
Ashoka
memerintah.Kerajaan Maurya dari tahun 268-282 SM. Ashoka merupakan cucu dari
Candragupta Maurya. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Maurya mengalami masa
yang gemilang. Kalingga dan Dekkan berhasil dikuasainya. Namun, setelah ia
menyaksikan korban bencana perang yang maha dahsyat di Kalingga, timbul
penyesalan dan tidak lagi melakukan peperangan.
Mula-mula
Ashoka beragama Hindu, tetapi kemudian menjadi pengikut agama Buddha. Sejak
saat itu Ashoka menjadikan agama Buddha sebagai agama resmi negara. Setelah
Ashoka meninggal, kerajaan terpecah-belah menjadi kerajaan kecil. Peperangan
sering terjadi dan baru pada abad ke-4 M muncul seorang raja yang berhasil
mempersatukan kerajaan yang terpecah belah itu. Maka berdirilah Kerajaan Gupta
dengan Candragupta I sebagai rajanya.
D.3. Kepercayaan
Sistem
kepercayaan masyarakat Lembah Sungai Indus bersifat politeisme atau memuja
banyak dewa. Dewa-dewa tersebut misalnya dewa kesuburan dan kemakmuran (Dewi
Ibu). Masyarakat lembah Sungai Indus juga menyembah binatang-binatang seperti
buaya dan gajah serta menyembah pohon seperti pohon pipal (beringin). Pemujaan
tersebut dimaksudkan sebagai tanda terima kasih terhadap kehidupan yang
dinikmatinya, berupa kesejahteraan dan perdamaian.
D.4. PERADABAN
LEMBAH SUNGAI GANGGA
D.4.1. Pusat
Peradaban
Pusat
peradaban Lembah Sungai Gangga terletak antara Pegunungan Himalaya dan
Pegunungan Windya-Kedna.
Pendukung
peradaban Lembah Sungai Gangga adalah bangsa Arya yang termasuk bangsa
Indo-Jerman. Mereka datang dari daerah Kaukasus dan menyebar ke arah timur.
Bangsa Arya memasuki wilayah India antara tahun 200-1500 SM, melalui Celah
Kaibar di Pegunungan Hirnalaya.
Bangsa Arya
adalah bangsa peternak dengan kehidupan yang terus mengembara. Setelah berhasil
mengalahkan bangsa Dravida di Lembah Sungai Indus dan menguasai daerah yang
subur, akhirnya mereka hidup menetap.
Selanjutnya,
mereka menduduki Lembah Sungai Gangga dan terus mengembangkan kebudayaannya.
Kebudayaan campuran antara kebudayaan bangsa Arya dengan bangsa Dravida dikenal
dengan sebutan kebudayaan Hindu.
D.4.2.Pemerintahan
Perkembangan
sistem pemerintahan di Lembah Sungai Gangga merupakan kelanjutan dari sistem pemerintahan masyarakat di daerah Lembah
Sungai Indus. Runtuhnya Kerajaan Maurya menjadikan keadaan kerajaan menjadi
kacau dikarenakan peperangan antara kerajaan-kerajaan kecil yang ingin
berkuasa. Keadaan yang kacau, mulai aman kembali setelah munculnya
kerajaan-kerajaan baru. Kerajaan-kerajaan tersebut di antaranya Kerajaan Gupta
dan Kerajaan Harsha.
D.4.2.1. Kerajaan Gupta
Pendiri
Kerajaan Gupta adalah Raja Candragupta I
dengan pusatnya di Lembah Sungai Gangga. Pada masa pemerintahan Raja
Candragupta I, agama Hindu dijadikan agama negara, namun agama Buddha masih
tetap dapat berkembang.
Masa
kejayaan Kerajaan Gupta terjadi pada masa pemerintahan Samudragupta (Cucu Candragupta 1). Pada masa pemerintahannya Lembah
Sungai Gangga dan Lembah Sungai Indus berhasil dikuasainya dan Kota Ayodhia
ditetapkan sebagai ibukota kerajaan.
Pengganti
Raja Samudragupta adalah Candragupta II,
yang dikenal sebagai Wikramaditiya.
Ia juga bergama Hindu, namun tidak memandang rendah dan mempersulit
perkembangan agama Budha. Bahkan pada masa pemerintahannya berdiri perguruan
tinggi agama Buddha di Nalanda. Di bawah pemerintahan Candragupta II kehidupan
rakyat semakin makmur dan sejahtera.. Kesusastraan mengalami masa gemilang.
Pujangga yang terkenal pada masa ini adalah pujangga Kalidasa dengan karangannya berjudul "Syakuntala".
Perkembangan seni patung mencapai kemajuan yang juga pesat. Hal ini terlihat
dari pahatan-pahatan dan patung-patung terkenal menghiasi kuil-kuil di Syanta.
Dalam-perkembangannya
Kerajaan Gupta mengalami kemunduran setelah meninggalnya Raja Candragupta II.
India mengalami masa kegelapan selama kurang lebih dua abad.
D.4.2.2. Kerajaan Harsha
Setelah
mengalami masa kegelapan, baru pada abad ke-7 M muncul Kerajaan Harsha dengan
rajanya Harshawardana. Ibu kota Kerajaan Harsha adalah Kanay. Harshawardana merupakan seorang pujangga
besar. Pada masa pemerintahannya kesusastraan dan pendidikan berkembang dan
pesat. Salah satu pujangga yang terkenal pada masa kerajaan Harshawardana
adalah pujangga Bana dengan karyanya berjudul "Harshacarita".
Raja Harsha
pada awalnya memeluk agama Hindu, tetapi kemudian memeluk agama Buddha. Di tepi
Sungai Gangga banyak dibangun wihara dan stupa, serta dibangun tempattempat
penginapan dan fasilitas kesehatan. Candi-candi yang rusak diperbaiki dan
membangun candi-candi baru. Setelah masa pemerintahan Raja Harshawardana hingga
abad ke-1 1 M tidak pernah diketahui adanya raja-raja yang pernah berkuasa di
Harsha.
D.4.2.3. Kebudayaan Lembah Sungai Gangga
Di Lembah
Sungai Gangga inilah kebudayaan Hindu berkembang, baik di wilayah India maupun
di luar India. Masyarakat Hindu memuja banyak dewa (Politeisme). Dewa-dewa
tersebut, antara lain, Dewa Bayu (Dewa Angin), Dewa Baruna (Dewa Laut), Dewa
Agni (Dewa Api), dan lain sebagainya. Dalam agama Hindu dikenal dengan sistem
kasta, yaitu pembagian kelas sosial berdasarkan warna dan kewajiban sosial.
Dalam perkembangan selanjutnya, sistem kasta inilah yang menyebabkan munculnya
agama Buddha. Hal ini dipelopori oleh Sidharta Gautama.
Agama Buddha
mulai menyebar ke masyarakat India setelah Sidharta Gautama mencapai tahap
menjadi Sang Buddha. Agama Buddha terbagi menjadi dua aliran, yaitu Buddha
Mahayana dan Buddha Hinayana. Peradaban Sungai Gangga meninggalkan beberapa
bentuk kebudayaan yang tinggi seperti kesusastraan, seni pahat, dan seni patung.
Peradaban dari lembah sungai ini kemudian menyebar ke daerah-daerah lain di
Asia termasuk di Indonesia.
KESIMPULAN....................................................
............................................................
.......................................................
DAFTAR PUSTAKA.
Frank Frost
Abbott (1901). A
History and Description of Roman Political Institutions. Elibron
Classics.
John Bagnell
Bury, A History of the Roman Empire from its Foundation to the death
of Marcus Aurelius, 1913
Winston
Churchill, A History of the
English-Speaking Peoples, Cassell, 1998
J. A. Crook, Law and Life of Rome, 90 BC–AD 212, 1967
Donald R.
Dudley, The Civilization of Rome, 2nd ed., 1985
Freeman,
Charles (1999). The Greek Achievement: The Foundation of the Western World.
New York: Penguin..
Edward Gibbon, The History of the Decline and Fall of the Roman Empire,
1776–1789
Goldsworthy,
Adrian. The Punic Wars, Cassell & Co, 2000
Goldsworthy, Adrian. In the Name of Rome: The Men Who Won the
Roman Empire, Weidenfield and Nicholson, 2003
Andrew Lintott, Imperium Romanum: Politics and administration, 1993
Antonio
Santosuosso, Storming the Heavens: Soldiers,
Emperors and Civilians in the Roman Empire, Westview Press, 2001.
Austin, Michel M., The Hellenistic world
from Alexander to the Roman conquest: a selection of ancient sources in
translation, Cambridge University Press, 1981.
Cary, Max, A History of the Greek World from
323 to 146 B. C., London : Methuen & Co. Ltd., 1932
[1] Carol G. Thomas (1988). Paths from
ancient Greece. BRILL. hlm. 27–50.
[2] Richard Tarnas, The
Passion of the Western Mind (New York:
Ballantine Books, 1991).
[3] Colin Hynson, Ancient
Greece (Milwaukee: World Almanac Library,
2006), 4.
[4] Carol G. Thomas, Paths
from Ancient Greece (Leiden, Netherlands: E.
J. Brill, 1988)
[5] Pomeroy,
Sarah B. (1999). Ancient
Greece: a political, social, and cultural history.
Oxford University Press.
[6] Grant, Michael (1995). Greek and Roman
historians: information and misinformation.
Routledge, 1995. hlm. 74
[7] Hall Jonathan M. (2007). A history of the
archaic Greek world, ca. 1200-479 BCE.
Wiley-Blackwell.
[8] Sealey
Raphael (1976). A
history of the Greek city states, ca. 700-338 B.C..
University of
California Press. hlm. 10–11.
[9] Slavoj Žižek (18 April 2011). Living in
the End Times. Verso. hlm. 218.
[10] Ibid., hlm. 10–11
[11] Holland T. Persian Fire hlm. 69-70.
[12] Holland
T. Persian Fire p131-138.
[13] Typhoid
Fever Behind Fall of Athens. LiveScience.
January 23, 2006.
[15] "Pax
Romana". Britannica Online Encyclopedia.
[16] Parker,
Philip, "The Empire Stops Here". hlm.2.
[17] Isaac
Asimov. Asimov's Chronology of the World. Harper Collins, 1989. hlm.
110.
[18] Asimov,
hlm. 198.
[19] Ando,
Clifford. From Republic to Empire, dalam The Oxford Handbook of Social
Relations in the Roman World. Oxford: Oxford University Press. hlm. 39–40.
[20] Ando,
Clifford. (2010). The Administration of the Provinces, dalam A Companion to
the Roman Empire. Blackwell. hlm. 179.
[21] Hekster,
Olivier, dan Kaizer, Ted. (2011). prakata untuk Frontiers in the Roman
World. Proceedings of the Ninth Workshop of the International Network Impact of
Empire (Durham, 16–19 April 2009). Brill. hlm. viii
[22] Richardson,
John. Fines provinciae, dalam Frontiers in the Roman World. hlm.
10.
[23] Richardson. Fines provinciae, dalam Frontiers
in the Roman World. hlm. 1–2.
[24] Ibid,
hlm. 342.
[25] Ibid,
hlm. 345.
[26] Ibid,
hlm. 341.
[27] Schirokauer, Conrad; Miranda Brown (2006). A Brief History of Chinese
Civilization. Belmont, California: Thomson Higher Education.hlm 78.
[28] Schirokauer, Conrad; Miranda Brown (2006). A Brief History of Chinese
Civilization. Belmont, California: Thomson Higher Education.hlm 32-36.
[29] . Feng, Erkang. "Yongzheng Biography" , China Publishing
Group, People's Publishing House. Beijing: 2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar