Minggu, 13 April 2014





                     ................................... JAS MERAH ..........................................
 
Hari itu tanggal 17 Agustus 1966, ini adalah pidato proklamasi terakhir dari sang proklamator. Namun inti pidato itu terasa sangat pas untuk diutarakan sekarang ini. JAS MERAH, begitu beliau memberi judul pidatonya. Apa itu JAS MERAH? JAS MERAH menurut Bung Karno, adalah kepanjangan dari Jangan Sekali-sekali Meninggalkan Sejarah.


Gambar diambil dari kolomkita.detik.com

Semboyan itu memang bukan hanya omong kosong belaka. Semboyan itu dapat menjadi sebuah media instropeksi dan motivasi. Instropeksi bagi kita untuk menghadapi masa sekarang dan yang akan datang, dengan begitu kita dapat mengevaluasi segala kejadian dengan mendasarkan pengalaman dan catatan masa lalu. Motivasi untuk melecut kita menjadi lebih baik dibandingkan masa lalu. Disini proses belajar dan gagal saling menyatu dan menjadi pisau analisa terhadap tantangan yang ada.

Sejarah, menurut Ibnu Khaldun adalah pengetahuan tentang proses-proses berbagai realitas dan sebab-musababnya secara mendalam. Sejarah, mencatat semua proses dan realitas baik berupa keberhasilan maupun kegagalan. Dan ini, yang bisa kita jadikan dasar bagi kita untuk memandang masa depan. Kembali pidato Bung Karno pada saat itu dapat kita renungkan kembali, bahwa Janganlah melihat ke masa depan dengan mata buta! Masa yang lampau adalah berguna sekali untuk menjadi kaca bengala dari pada masa yang akan datang.

Membaca sejarah eIndonesia di eWorld zaman dahulu merupakan sebuah keharusan. Karena melihat dan memahami eIndonesia sekarang ini tak lepas dari sejarah masa lalu kita. Dan seharusnya kita dapat merumuskan kembali tujuan dan merapatkan kembali barisan kita ini. Kita seharusnya mulai melakukan sebuah konsensus Nasional mengenai apa yang harus kita tuju.

Dasar kita ber-eBangsa pun seharusnya mulai kita bentuk. Dasar tersebutlah yang akan menentukan role play kita di dunia erepublik ini. Dasar tersebut dapat berupa sebuah kumpulan aturan-aturan yang didalamnya terdapat sebuah konsep mengenai eIndonesia di masa yang akan datang.

Kondisi yang terjadi di eIndonesia sekarang ini karena kita tidak memiliki role play kita sebagai ebangsa dan ini menjadikan kita bingung menentukan arah, stuck dan tidak mengerti bagaimana seharusnya bertindak. Kebingungan tersebut menjadi kepanikan karena dari kita sendiri sebagai eWarga tidak memberikan sebuah solusi yang positif mengenai kondisi tersebut. Kita malah sibuk dengan role play kita sebagai ewarga, sibuk berdebat dan bergelut dengan hal-hal yang menjauhkan kita dari solusi permasalahan yang terjadi.

Kawan, perdebatan memang mengasyikan, melenakan bagi kita. Tetapi perdebatan itu menjadi sebuah kepuasan kala terdapat solusi didalamnya. Atau kita memang emanusia yang seperti dikatakan oleh Georg Wilhelm Friedrich Hegel, mengenai sejarah bahwa Yang diajarkan oleh sejarah dan pengalaman adalah manusia dan pemerintahan tidak pernah belajar apa pun dari sejarah atau prinsip-prinsip yang didapat darinya. Dan kita seperti cerita seekor keledai yang terus terperosok ke dalam lubang yang sama. Tanpa mau belajar dari pengalaman yang terjadi.

....
Terimakasih . . . . ..

Kamis, 27 Maret 2014

sejarah dunia sekitar abad 2000 SM- 1100 M ( zaman besi)

       
PENDAHULUAN
Bagian – Bagian bahasan dalam sejarah yang akan kita pelajari adalah dalam sejarah peradaban-peradaban pertama munculnya Imperium-imperium besar di dunia sekitar abad 2000 SM- 1100 M ( zaman besi) , antara lain adalah Yunani pada masa klasik, Romawi Kuno dan imperium pada Romawi Barat , Kekaisaran Cina, Negara dan masyarakat hindia.
Yunani Kuno adalah peradaban dalam sejarah Yunani yang dimulai dari periode Yunani Arkais pada abad ke-8 sampai ke-6 SM, hingga berahirnya Zaman Kuno dan dimulainya Abad Pertengahan Awal.[1] Peradaban ini mencapai puncaknya pada periode Yunani Klasik, yang mulai berkembang pada abad ke-5 sampai ke-4 SM. Pada periode klasik ini Yunani dipimpin oleh negara-kota Athena dan berhasil menghalau serangan Kekaisaran Persia. Masa keemasan Athena berakhir dengan takluknya Athena kepada Sparta dalam Perang Peloponnesos pada tahun 404 SM. Seiring penaklukan oleh Aleksander Agung, kebudayaan Yunani, yang dikenal sebagai peradaban Hellenistik, berkembang mulai dari Asia Tengah sampai ujung barat Laut Tengah.
            Romawi Kuno adalah sebuah peradaban yang tumbuh dari negara-kota Roma didirikan di Semenanjung Italia di sekitar abad ke-9 SM. Selama keberadaanya selama 12 abad, kebudayaan Romawi berubah dari sebuah monarki ke sebuah republik oligarki sampai ke kekaisaran yang luas. Dia datang untuk mendominasi Eropa Barat dan wilayah sekitar di sekitar Laut Tengah melalui penaklukan dan asimilasi. Namun beberapa faktor menyebabkan kemerosotannya. Sebelah barat kekaisaran, termasuk Hispania, Gaul, dan Italia, akhirnya pecah menjadi kerajaan merdeka pada abad ke-5; kekaisaran timur, diatur dari Konstantinopel, disebut sebagai Kekaisaran Romawi Timur setelah tahun 476, tanggal tradisional "kejatuhan Romawi" dan kelanjutannya Zaman Pertengahan. Peradaban Romawi seringkali dikelompokan sebagai "klasik antik" bersama dengan Yunani kuno, sebuah peradaban yang menginspirasikan banyak budaya Romawi Kuno. Romawi Kuno menyumbangkan banyak kepada pengembangan hukum, perang, seni, literatur, arsitektur, dan bahasa dalam dunia Barat, dan sejarahnya terus memiliki pengaruh besar dalam dunia sekarang ini.

PEMBAHASAN
A.    Yunani Kuno
Istilah "Yunani Kuno" diterapkan pada wilayah yang menggunakan bahasa Yunani pada Zaman Kuno. Wilayahnya tidak hanya terbatas pada semenanjung Yunani modern, tapi juga termasuk wilayah lain yang didiami orang-orang Yunani, di antaranya Siprus dan Kepulauan Aigea, pesisir Anatolia (saat itu disebut Ionia), Sisilia dan bagian selatan Italia (dikenal sebagai Yunani Besar), serta pemukiman Yunani lain yang tersebar sepanjang pantai Kolkhis, Illyria, Thrakia, Mesir, Kyrenaika, Galia selatan, Semenanjung Iberia timur dan timur laut, Iberia, dan Taurika. Oleh sebagian besar sejarawan, peradaban ini dianggap merupakan peletak dasar bagi Peradaban Barat.[2] [3] [4] Budaya Yunani memberi pengaruh kuat bagi Kekaisaran Romawi, yang selanjutnya meneruskan versinya ke bagian lain Eropa. Peradaban Yunani Kuno juga sangat berpengaruh pada bahasa, politik, sistem pendidikan, filsafat, ilmu, dan seni, mendorong Renaisans di Eropa Barat, dan bangkit kembali pada masa kebangkitan Neo-Klasik pada abad ke-18 dan ke-19 di Eropa dan Amerika.
A.1. Kronologi
Tidak ada kesepakatan yang tetap dan universal mengenai waktu awal dan akhir masa Antikuitas Klasik. Biasanya dimulai sejak abad ke-8 SM sampai abad ke-6 M, atau sekitar 1300 tahun.
Antikuitas Klasik di Yunani didahului oleh Zaman Kegelapan Yunani (1100 - 750 SM), yang secara arkeologis dicirikan dengan gaya tembikar protogeometris dan geometris, yang dilanjutkan oleh Periode Oriental, yaitu pengaruh yang kuat terhadap Yunani dari budaya Suriah-Hittit, Asiria, Punisia dan Mesir. Secara tradisional, periode Arkais di Yunani kuno dimulai dari kuatnya pengaruh Oriental pada abad ke-8 SM, yang merupakan salah satu faktor yang menjadikan Yunani memiliki huruf alfabet sendiri. Dengan alfabet, muncullah karya tulis Yunani kuno, yang paling terkenal adalah buatan Homeros dan Hesiodos. Setelah periode Arkais, dimulailah periode Klasik sekitar 500 SM, yang pada gilirannya dilanjutkan oleh periode Hellenistik setelah kematian Aleksander Agung pada 323 SM.
Sejarah Yunani pada Antikuitas Klasik dapat dibagi menjadi beberapa periode berikut:[5]

A.2. Historiografi

Periode bersejarah di Yunani kuno adalah unik dalam sejarah dunia karena merupakan periode pertama yang dibuktikan dengan adanya historiografi yang layak, sedangkan protosejarah dan sejarah kuno yang lebih awal lebih banyak diketahui melalui bukti situasional, misalnya annal, atau daftar raja, dan epigrafu pragmatis.
Herodotos dikenal secara luas sebagai "bapak sejarah", judul karyanya, Historia, menjadi asal kata untuk history. Karya Herodotos ditulis antara 450 SM sampai 420 SM dan cakupannya mencapai satu abad ke belakang, membahas tokoh-tokoh bersejarah dari abad ke-6 seperti Darius I dari Persia, Kambises II dan Psamtik III, serta menyinggung beberapa tokoh dari abad ke-8 semisal Kandaules. Herodotos dilanjutkan oleh para penulis semacam Thukydides, Xenophon, Demosthenes, Plato dan Aristoteles. Sebagian besar dari ara penulis ini adalah orang Athena atau pro-Athena, sehingga sejarah dan politik kota Athena lebih banyak diketahui dariapada kota-kota lainnya. Cakupan mereka terbatas pada sejarah diplomasi, milier, dan politik, dan mengabaikan sejarah ekonomi dan sosial.[6]

A.3. Sejarah

A.3.1. Yunani Arkais

Periode Arkais dimpulai pada abad ke-8 SM, ketika Yunani mulai bangkit dari Zaman Kegelapan yang ditandai dengan keruntuhan peradaban Mykenai. Peradaban baca-tulis telah musnah dan aksara Mykenai telah dilupakan, akan tetapi bangsa Yunani mengadopsi alfabet Punisia, memodifikasinya dan menciptakan alfabet Yunani. Sekitar abad ke-9 SM catatan tertulis mulai muncul.[7] Yunani saat itu terbagi-bagi menjadi banyak komunitas kecil yang berdaulat, terbentuk sesuai pola geografis Yunani, dimana setiap pulau, lembah, dan dataran terpisah satu sama lain oleh laut atau pengunungan.[8] Perang Lelantin (710–650 SM) adalah konflik yang berlangung pada masa ini dan merupakan perang tertua yang berhasil terdokumentasikan dari masa Yunani kuno. Konflik ini adalah pertikaian antara Polis (negara kota) Khalkis dan Eretria dalam memperebutkan tanah Lelantina yang subur di Euboia. Kedua kota itu menderita kemunduran akibat lamanya perang, meskipun Khalkis menjadi pemenangnya.
Kaum saudagar berkembang pada paruh pertama abad ke-7 SM, ditunjukkan dengan diperkenalkannya mata uang koin sekitar 680 SM[9] Hal ini nampaknya menimbulkan ketegangan pada banyak negara kota. Rezim kaum aristokrat yang secara umum memerintah polis kini terancam oleh para saudagar kaya, yang pada gilirannya menginginkan juga kekuasaan politik. Sejak tahun 650 SM, para aristikrat harus berusaha supaya tidak digulingkan dan digantikan oleh tiran populis. Kata ini berasal dari kata Yunani non-peyoratif, τύραννος "("tyrannos"), bermakna 'penguasa tidak sah', meskipun gelar ini berlaku baik untuk pemimpin yang bagus maupun yang buruk.[10] Populasi yang bertambah dan kurangnya lahan nampaknya telah memicu perselisihan internal antara kaum kaya dan kaum miskin di banyak negara kota. Di Sparta, Perang Messenia terjadi dan akibatnya Messenia ditaklukan dan penduduknya dijadikan budak. Perang ini dimulai pada paruh kedua abad ke-8 SM, dan merupakan suatu tindakan tanpa pendahulu di Yunani kuno. Praktik ini memungkinkan terjadinya revolusi sosial.[11] Penduduk yang diperbudak, yang kemudian disebut helot, dipaksa untuk bertani dan bekerja untuk rakyat Sparta, sementara semua lelaki Sparta menjadi prajurit dan masuk ke dalam Pasukan Sparta. Ini telah menjadikan Sparta sebagai negara yang termiliterisasi secara permanen. Bahkan orang kaya juga harus hidup dan berlatih sebagai prajurit seperti halnya kaum miskin. Penyetaraan ini bertujuan mengurangi potensi terjadinya konflik sosial antara kaum kaya dan kaum miskin. Reformasi ini disebut-sebut dilakukan oleh Lykurgos dari Sparta dan kemungkinan selesai pada 650 SM. Athena menderita krisis tanah dan pertanian pada akhir abad ke-7 SM dan lagi-lagi mengalami perang saudara. arkhon (hakim kepala) Drako membuat beberapa perubahan terhadap kode hukum pada 621 SM, tapi tindakan ini gagal meredakan konflik. Pada akhirnya reformasi terjadi berkat Solon (594 SM), yang memperbanyak tanah untuk orang miskin tapi menempatkan kaum aristokrat sebagai pemegang kekuasaan. Reformasi ini cukup membuat Athena stabil.
Pada abad ke-6 SM beberapa negara kota telah tumbuh menjadi kekuatan dominan Yunani, antara lain Athena, Sparta, Korinthos, dan Thebes. Masing-masing menaklukkan wilayah pedesaan dan kota kecil sekitarnya. Sementara Athena dan Korinthos juga menjadi kekuatan maritim dan perdagangan terkemuka. Pertumbuhan penduduk yang pesat pada abad ke-8 dan ke-7 SM telah mengakibatkan perpindahan penduduk Yunani ke koloni-koloninya di Yunani Besar (Italia selatan dan Sisilia), Asia Minor dan wilayah lainnya. Emigrasi ini berakhir pada abad ke-6 yang pada saat itu dunia Yunani, secara budaya dan bahasa, mencakup kawasan yang jauh lebih luas dari negara Yunani sekarang. Koloni Yunani ini tidak diperintah oleh kota pembangunnya, meskipun mereka tetap menjalin hubungan keagamaan dan perdagangan.
Pada periode ini, perkembangan yang pesat dalam bidang ekonomi terjadi di Yunani dan juga di daerah-daerah koloninya, yang menikmati kemajuan dalam perdagangan dan manufaktur. Periode ini juga ditandai dengan meningkatnya standar hidup di Yunani dan koloninya. Beberapa studi memperkirakan bahwa rata-rata ukuran rumah tangga Yunani, pada periode 800 SM sampai 300 SM, meningkat sampai lima kali lipat, yang mengindikasikan adanya peningkatan tajam dalam hal pendapatan para penduduknya. Pada paruh kedua abad ke-6 SM, Athena jatuh dalam cengkeraman tirani Peisistratos dan putranya; Hippias dan Hipparkhos. Akan tetapi pada tahun 510 SM pada pelantikan aristokrat Athena Keisthenes, raja Sparta Kleomenes I membantu rakyat Athena menggulingkan sang tiran. Setelah itu Sparta dan Athena berulang kali saling serang, pada suatu saat Kleomenes I mengangkat Isagoras yang pro-Sparta menjadi arkhon Athena. Untuk mencegah Athena menjadi negara boneka Sparta, Kleisthenes meminta warga Athena untuk melakukan suatu revolusi politik: bahwa semua warga Athena memiliki hak dan kewajiban politik yang sama tanpa memandang status: dengan demikian Athena menjadi "demokrasi". Gagasan ini disambut oleh warga Athena dengan bersemangat sehingga setelah berhasil menggulingkan Isagoras dan menerapkan reformasi Kleisthenes, Athena dengan mudah berhasil menangkal tiga kali serangan Sparta yang berusaha mengembalikan kekuasaan Isagoras.[12] Bangkitnya demokrasi memulihkan kekuatan Athena dan memicu dimulainya 'masa keemasan' Athena.

A.3.2. Yunani Klasik

A.2.2.1.  Abad ke-5 SM

Athena dan Sparta bersekutu untuk menghadapi ancaman asing yang sangat kuat dan berbahaya, Kekaisaran Persia. Setelah menindas Pemberontakan Ionia, Kaisar Darius I dari Persia, Maharaja Kekaisaran Akhemeniyah memutuskan untuk menaklukan Yunani. Serangan Persia pada tahun 490 SM diakhiri dengan kemenangan Athena dalam Pertempuran Marathon dibawah kepemimpina Miltiades Muda. Xerxes I, putra dan pewaris Darius I, mencoba kembali menaklukan Yunani 10 tahun kemudian. Akan tetapi pasukan Persia yang berjumlah besar menderita banyak korban dalam Pertempuran Thermopylae, dan persekutuan Yunani menang dalam Pertempuran Slamis dan Pertempuran Plataia. Perang Yunani-Persia berlangsung hingga 449 SM, dipimpin oleh Athena serta Liga Delosnya, pada saat ini Makedonia, Thrakia, dan Kepulauan Aigea serta Ionia semua terbebas dari pengaruh Persia.
Posisi dominan kemaharajaan maritim Athena mengancam posisi Sparta dengan Liga Peloponnesos-nya, yang meliputo kota-kota di daratan Yunani. Konflik tak terhindarkan ini berujung pada Perang Peloponnesos (431-404 SM). Meskipun berulang kali berhasil menghambat perang, Athena berulang kali terpukul mundur. Wabah Wabah penyakit yang menimpa Athena pada 430 SM disusul kegagalan ekspedisi militer ke Sisilia sangat melemahkan Athena. Diduga sepertiga warga Athena tewas, termasuk Perikles, pemimpin mereka.[13] Sparta berhasil memancing pemberontakan para sekutu Athena, dan akhirnya melumpuhkan kekuatan militer Athena. Peristiwa penting terjadi pada 405 SM ketika Sparta berhasil memotong jalur suplai pangan Athena dari Hellespont. Terpaksa menyerang, armada angkatan laut Athena yang pincang dihancurkan oleh pasukan Sparta dibawah pimpinan Lysandros dalam Pertempuran Aigospotami. Pada 404 SM Athena mengajukan permohonan perdamaian, dan Sparta menentukan persyaratannya; Athena harus kehilangan tembok kotanya (termasuk Tembok Panjang), armada lautnya, dan seluruh koloninya di seberang laut.

A.3.2.2.  Abad ke-4 SM

Yunani memasuki abad ke-4 SM dibawah hegemoni Sparta, akan tetapi jelas dari awal bahwa Sparta memiliki kelemahan. Krisis demografi menyebabkan kekuasaan Sparta terlalu meluas sedangkan kemampuannya terbatas untuk mengelolanya. Pada 395 SM Athena, Argos, Thebes, dan Korinthos merasa mampu menantang dominasi Sparta, yang berujung pada Perang Korinthios (395-387 SM). Perang ini berakhir dengan status quo, dengan diselingi intervensi Persia atas nama Sparta. Hegemoni Sparta berlangsung trus selama 16 tahun setelah peristiwa itu, hingga Sparta berusaha memaksakan kehendanya kepada warga Thebes, Sparta kalah telak dalam Pertempuran Leuktra pada tahun 371 SM. Jenderal Thebes Epaminondas memimpin pasukan Thebes memasuki semenanjung Peloponesos, sehingga banyak negara-kota memutuskan hubungannya dengan Sparta. Pasukan Thebes berhasil memasuki Messenia dan membebaskan rakyatnya. Kehilangan tanah dan penduduk jajahan, Sparta jatuh menjadi kekuatan kelas dua. Hegemoni Thebes kemudian berdiri meski berusia singkat. Dalam Pertempuran Mantinea pada tahun 362 SM melawan Sparta dan sekutunya, Thebes kehilangan pemimpin pentingnya, Epamonides, meskipun mereka meraih kemenangan. Akibat kekalahan ini, baik Thebes maupun Sparta sama-sama menderita kerugian besar sehingga tak satupun di antara mereka atau sekutunya yang dapat meraih dominasi di Yunani.
Melemahnya berbagai negara-kota di jantung Yunani terjadi bersamaan dengan bangkitnya Makedonia, yang dipimpin oleh Philippos II. Dalam waktu dua puluh tahun, Philipos berhasil mempersatukan kerajaannya, memperluasnya ke utara dengan memojokkan suku-suku Illyria, dan kemudian menaklukkan Thessalia dan Thrakia. Kesuksesannya terjadi berkat inovasinya, yang mereformasi pasukan Makedonia. Berulang kali Philippos campur tangan dalam urusan politik negara-kota di selatan, yang berujung pada invasinya pada tahun 338 SM. Setelah mengalahkan gabungan tentara Athena dan Thebes secara telak dalam Pertempuran Khaironeia pada tahun 338 SM, Philippos secara de facto menjadi hegemon seluruh Yunan, kecuali Sparta. Ia memaksa mayoritas negara-kota Yunani untuk bergabung ke dalam Liga Korinthos dan bersekutu dengannya, serta mencegah mereka saling menyerang. Philiposp memulai serangan terhadap Kekaisaran Akhemeniyah, akan tetapi ia dibunuh oleh Pausanias dari Orestis pada awal konflik.
Aleksander Agung, putra dan pewaris Philippos, melanjutkan perang. Aleksander mengalahkan Darius III dari Persia dan menghancurkan Kekaisaran Akhemeniyah sepenuhnya, serta memasukkannya ke dalam Kekaisaran Makedonia. Karena kehebatannya, ia memperoleh gelar 'Agung'. Kerika Aleksander wafat pada 323 SM, kekuasaan dan pengaruh Yunani berada pada puncaknya. Terjadi perubahan politik, sosial dan budaya yang mendasar; semakin menjauh dari polis (negara-kota) dan lebih bekembang menjadi kebudayaan Hellenistik.

A.3.3. Yunani Hellenistik

Periode Hellenistik bermula pada 323 SM, ditandai dengan berakhirnya penaklukan Aleksander Agung, dan diakhiri dengan penaklukan Yunani oleh Republik Romawi pada 146 SM. Meskipun demikian berdirinya kekuasaan Romawi tidak memutuskan kesinambungan sistem sosial kemasyarakatan dan budaya Yunani, yang tetap tidak berubah hingga bangkitnya agama Kristen, yang menandai runtuhnya kemerdekaan politik Yunani.
B.  Romawi Kuno
Kekaisaran Romawi  (bahasa Latin: Imperium Romanum) adalah periode pasca-Republik peradaban Romawi kuno, ditandai dengan bentuk pemerintahan otokrasi dan wilayah kekuasaan yang lebih luas di Eropa dan sekitar Mediterania.[14] Republik Romawi yang betahan selama 500 tahun dan lebih dulu ada, telah melemah dan runtuh melalui beberapa perang saudara. Beberapa peristiwa banyak diajukan sebagai penanda peralihan dari Republik menjadi Kekaisaran, termasuk penunjukan Julius Caesar sebagai diktator seumur hidup (44 SM), Pertempuran Actium (2 September 31 SM), dan pemberian gelar Augustus kepada Oktavianus oleh Senat (4 Januari 27 SM). Pada dua abad pertamanya, Kekaisaran Romawi mengalami kestabilan dan kemakmuran, sehingga periode tersebut dikenal sebagai Pax Romana ("Kedamaian Romawi") .[15] Romawi ini mencapai wilayah terluasnya di bawah kaisar Trajanus: pada masa peemrintahannya (98 sampai 117 M) Kekaisaran Romai menguasai kira-kira 6.5 juta km [16]  permukaan tanah. Pada akhir abad ke-3 M, Romawi menderita krisis yang mengancam keberlangsungannya, namun berhasil disatukan kembali dan distabilkan oleh kaisat Aurelianus dan Diokletianus. Umat Kristen bangkit berkuasa pada abad ke-4 ketika pemerintahan ganda dikembangkan di Barat Latin dan Timur Yunani.
Kekaisaran Romawi Barat runtuh pada 476 M setelah Romulus Augustus dipaksa untuk menyerah kepada pemimpin Jermanik, Odoaker.[17] Sementara Kekaisaran Romawi Timur terus berlanjut hingga Abad Pertengahan sebagai Kekaisaran Bizantium, yang pada akhirnya runtuh pada tahun 1453 dengan meninggalnya Konstantinus XI dan penaklukan Konstantinopel oleh Turki Utsmaniyah yang dipimpin oleh Mehmed II.[18]  Karena wilayahnya yang luas dan jangka waktunya yang lama, institusi dan kebudayaan Romawi memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan bahasa, agama, arsitektur, filsafat, hukum, dan bentuk pemerintahan di daerah-daerah yang dikuasainya, khususnya di Eropa. Ketika bangsa Eropa melakukan ekspansi ke belahan dunai lainnya, pengaruh Romawi ikut disebarkan ke seluruh dunia.
B.1. Sejarah
Romawi telah mulai menganeksasi provinsi-provinsi sejak abad ke-3 SM, empat abad sebelum mencapai jangkauan terluasnya, dan dalam arti tersebut, Romawi sudah menjadi sebuah "kekaisaran" meskipun masih dijalankan sebagai sebuah republik. [19] Provinsi di Republik Romawi dikelola oleh mantan konsul dan praetor, yang dipilih untuk masa jabatan satu tahun dan memperoleh imperium, "hak memimpin".[20] Pengumpulan harta kekayaan oleh sejumlah kecil orang melalui komando atas provinsi merupakan seuatu faktor penting dalam peralihan Romawi dari republik menjadi kekaisaran otokrasi.[21] Kelak, posisi kekuasaan yang dipegang oleh kaisar diungkapkan sebagai imperium.[22] Kata imperium dalam bahasa Latin tersebut merupakan asal muasal untuk kata imperium dalam bahasa Indonesia, yang maknanya mulai berpengaruh pada sejarah Romawi selanjutnya.[23]

B.2. Pemerintahan

B.2.1. Kaisar

Kekuasaan Kaisar (atas imperiumnya), paling tidak secara teori, adalah berdasarkan kekuasaannya sebagai Tribunus (potestas tribunicia) dan sebagai Prokonsul Kekaisaran (imperium proconsulare).[24] Secara teori, kekuasaan Tribunus (sebagaimana sebelumnya kekuasaan Tribunus Pleb di masa Republik Romawi) membuat seorang Kaisar dan jabatannya menjadi tak dapat dipersalahkan (sacrosanctus), dan memberikan Kaisar kekuasaan untuk mengatur pemerintahan Romawi, termasuk kekuasaan untuk mengepalai dan mengontrol Senat. Kekuasaan Prokonsul Kekaisaran (sebagaimana sebelumnya kekuasaan gubernur militer, atau prokonsul, di masa Republik Romawi) memberinya wewenang atas tentara Romawi. Ia juga mendapat kekuasaan yang di masa Republik merupakan hak dari Senat dan Majelis Romawi, antara lain termasuk hak untuk menyatakan perang, meratifikasi perjanjian, dan bernegosiasi dengan para pemimpin asing.[25]
Kaisar juga memiliki kewenangan untuk melaksanakan berbagai tugas yang sebelumnya dilakukan oleh para Censor, termasuk kekuasaan untuk mengatur keanggotaan Senat.  Selain itu, Kaisar juga mengendalikan lembaga keagamaan, karena sebagai kaisar ia adalah Pontifex Maximus dan merupakan salah satu anggota pimpinan dari keempat lembaga keagamaan Romawi. Perbedaan-perbedaan wewenang tersebut meskipun jelas di masa awal Kekaisaran, akhirnya mengabur dan kekuasaan Kaisar menjadi kurang konstitusional dan semakin monarkis.[26]
C.    Zaman Kekaisaran Cina
Raja terakhir Dinasti Shang, Di Xin adalah merupakan seorang penguasa yang kejam, sebagaimana halnya Jie, raja terakhir Dinasti Xia. Dengan tanpa memperdulikan kekacauan yang terjadi di negaranya, ia memerintahkan pembangunan istana dan taman-taman yang indah.[27] Untuk menekan orang-orang yang tidak bersedia patuh padanya, dipergunakanlah alat-alat penyiksaan yang mengerikan, kekacauan di tengah masyarakat pun makin menjadi-jadi.
Zhou, sebuah negeri di daerah perbatasanpun menjadi makin maju. Ia semakin bertambah kuat di bawah pemerintahan Raja Wen. Tatkala Raja Wen wafat, maka puteranya, Ji Fa, menggantikannya memerintah negeri tersebut dengan gelar Raja Wu. Pada tahun 1122 SM dengan disertai oleh Jiang Shang dan Zhou Dan, Raja Wu melakukan serangan untuk menghukum kelaliman Dixin. Pada saat itu, tentara Shang yang telah banyak menderita akibat ulah raja mereka sendiri, berbalik mendukung Raja Wu dan bersama-sama berbaris menuju ibu kota Shang. Di Xin bunuh diri dan berakhirlah Dinasti Shang. Secara tradisional Dinasti Zhou dibagi menjadi empat periode sebagai berikut: Zhou Barat, yang beribukotakan di Houjing, berkuasa hingga tahun 711 SM, Dinasti Zhou Timur yang memindahkan ibu kotanya ke sebelah timur (kota Luoyang sekarang), ChunQiu [Jaman Musim Semi dan Rontok] (770-476 SM), dan ZhanGuo [Masa Perang Antar Negeri] (475-221 M). Dinasti Zhou merupakan dinasti yang terlama memerintah di Tiongkok, yakni sekitar 800 tahun dan terkenal oleh karena pencapaiannya dalam bidang filosofis. Pada masa dinasti ini lahirlah para filosof yang terkemuka, seperti misalnya: Lao Zi, Kong Zi (yang terkenal di Barat dengan sebutan Confucius di-Indonesiakan sebagai Konfusius atau Khonghucu), Meng Zi (lebih terkenal di Barat dengan sebutan Mencius di-Indonesiakan sebagai Mensius), dan lain sebagainya. Namun yang terpenting dari semua ahli filsafat itu memang hanya tiga yakni: Lao Zi, Kong Zi dan Meng Zi. Selain ketiga ahli filsafat terkemuka tersebut, terdapat pula aliran filsafat yang cukup penting, yakni legalisme (Fajia).Barangkali sebelum melanjutkan pembahasan, kita perlu mempelajari secara ringkas riwayat dan ajaran masing-masing ahli filsafat terkemuka tersebut. Selain itu kita juga akan membahas mengenai aliran Fajia (legalisme), karena akan berperanan penting terhadap penyatuan Tiongkok di bawah Dinasti Qin. Kong Fuzi (551 SM – 472 SM)

   C.2. Kitab-kitab yang mendasari Ajaran Konfusianisme
                Para ahli mengatakan bahwa kitab yang benar-benar berasal dari Konfusius dapat dikatakan hampir tidak ada (meskipun para umat Konfusius meyakini kitab-kitab tersebut sebagai asli dari Konfusius sendiri, kasus sama yang juga berlaku dengan agama-agama lainnya), kecuali Xiao Jing yang dipercaya sebagai karya Konfusius sendiri. Sedangkan kitab-kitab yang kita kenal sekarang sebagai kitab-kitab Konfusianisme, sesungguhnya adalah hasil penghimpulan kembali oleh seorang ahli filsafat Konfusianis, bernama Zhu Xi (1130 – 1200) pada masa dinasti Song.
Berikut ini akan diberikan daftar lengkap kitab-kitab yang mendasari Konfusianisme sebagaimana yang kita kenal sekarang:
(i) Zhou Yi, berasal dari kitab Yi Jing dan Yi Zhuan yang digabung menjadi satu.
(ii) Shang Shu, cacatan2 politik dinasti Zhou dan jaman sebelumnya.
(iii) Shi Jing,catatan nyanyian2 pada jaman dinasti Zhou.
(iv) Zhou Li, mencatat sistem pemerintahan dan organisasi negara pada jaman dinasti Zhou
(v) Yi Li, adat istiadat para bangsawan.
(vi) Cun Qiu Zhuo Zhuan, buku sejarah kerajaan Lu yang dikarang oleh Zhuo Qiu Ming
(vii) Cun Qiu Gong Yang Zhuan, yang dikarang oleh orang kerajaan Ji bernama Gong Yang
Zi
(viii) Cun Qiu Kai Liang Zhuan, dikarang oleh murid Zi Xia (muridnya Konfusius juga yang akhirnya menjadi penganut aliran Fa Jia) yaitu Kai Liang
(ix) Lun Yu, pada awalnya itu bukan disebut Lun Yu bahkan ada dua jenis yaitu Ji Lun dan Lu Lun. Lun Yu yang sekarang ini dirangkai kembali oleh Zhang Yi yang berdasarkan dari
kitab Ji Lun dan Lu Lun.
Sering disebut Zhang Hou Lun.
(x) Meng Zi, dicatat dan dibuat oleh Meng Zi
(xi) Xiao Jing, dipercaya karangan Konfusius
(xii) Erl Ya, buku2 syair yang dipercaya dibuat oleh Zhou Gong
(xiii) Li Ji , membahas masalah2 kebajikan dan adat istiadat.
Dipercaya dicatat dan dikumpulkan oleh 70 murid Konfusius. Di dalamnya terkandung Kitab Da Xue dan Zhong Yong. Sebelumnya pada masa Dinasti Han, kita hanya mengenal enam kitab atau Liu Jing:
(i) Shi Jing
(ii) Su atau Shang su
(iii) Li Jing yang ada 3 bagian yaitu Li Ji , Yi Li dan Zhou Li
(iv) Zhou Yi
(v) Cun Qiu(vi) Yue Jing

C. 3.  Ajaran Konfusius
            Konfusius hidup pada masa kemerosotan Dinasti Zhou dan para tuan tanah serta bangsawan feodal menguasai negara-negara bagian. Pada jaman itu pula adat istiadat diremehkan dan terjadi kemerosotan moral. Konfusius mengajarkan kebajikan dengan harapan bisa membawa perubahan pada masa yang kacau itu. Filsafat Konfusius didasarkan pada pendidikan moral masing-masing individu. Ia selalu mendorong org utk berbuat baik dan mempengaruhi orang lainnya. Dalam Lun Yu, Konfusius menekankan kata-kata “Ren” yang artinya kebajikan. Arti kata “Ren” sendiri adalah “Kasihilah sesamamu, jangan lakukan perbuatan terhadap orang lain apabila Anda tidak suka diperlakuan demikian”. Serta keinginan untuk mengembangkan diri maupun sesama kita. Selain itu juga membahas “Li” atau tata krama/ adat istiadat. Konfusius di dalam Lun Yu beranggapan bahwa adat istiadat dan kebajikan itu tidak dapat dipisahkan. Konfusius menerangkan kepada muridnya Yan Yuan mengenai definisi kebajikan sebagai berikut: “Menguasai diri serta mengikuti adat istiadat artinya adalah berbuat baik”. Jika tidak sesuai dengan adat istiadat jangan didengarkan, jika tidak sesuai dengan adat istiadat jangan diucapkan, jika tidak sesuai dengan adat istiadat jangan dilakukan. Ketika membahas kewajiban seorg anak, Konfusius menjelaskan, “Selama orang tuamu masih hidup, taatilah adat istiadat dalam mengasihi mereka, setelah mereka meninggal, taatilah adat istiadat dalam menguburkan mereka, taatilah adat istiadat dalam memberikan persembahan kepada mereka”. Jadi disini bisa dilihat bahwa selain bicara “Ren” Konfusius juga bicara adat istiadat. Yang mana keduanya merupakan hubungan yang amat penting dalam membina kebajikan. Lao Zi Berbeda dengan Konfusius, riwayat hidup Lao Zi masih diselubungi bayang-bayang   sejarah. Tidak banyak catatan yang dapat ditemukan mengenai kehidupan Beliau yang bernama asli Li Er. Menurut sejarahwan Tiongkok, Sima Qian (Shu Xian) yang menulis sekitar tahun 100 sesudah masehi, bahwa Lao Zi berasal dari desa Churen, propinsi Hunan, dan hidup sekitar abad ke-6 SM, di ibu kota Loyang negara Chu. Nama keluarganya Li, dan nama panggilannya Er. Beliau sempat diangkat sebagai seorang ahli perpustakaan [Shi] kerajaan pada masa pemerintahan Dinasti Zhou. Sebagai seorang ahli perpustakaan maka Beliau juga dikenal sebagai seorang yang ahli dalam bidang perbintangan dan peramalan, yang juga menguasai berbagai kitab kuno. Pada usia tuanya Lao Zi mengundurkan diri dari perkerjaannya sebagai ahli perpustakaan kerajaan. Saat hendak meninggalkan ibu kota ia dihentikan oleh penjaga gerbang bernama Lin Yixi yang memintanya untuk menulis kitab. Permintaan ini dipenuhi oleh Lao Zi dan ia menuliskan sejilid kitab singkat yang hanya terdiri dari 5000 huruf Mandarin, dan sesudah menyerahkan kitab tersebut pada penjaga gerbang, Beliau meninggalkan ibu kota dan selanjutnya tidak pernah muncul kembali. Kitab tersebut yang berjudul Dao De Jing, kemudian menjadi kitab pegangan bagi para penganut Taoisme. Aliran Legalisme (Fajia) Aliran Fa atau Legalisme adalah aliran yang menitik-beratkan pada sistem pemerintahan. Tokoh2 aliran Fa banyak yang mengabdikan diri pada kerajaan Qin. Misalnya Shang Yang , kemudian Han Feizi dan Li Si yang mengabdi pada Ying Zheng (pendiri Dinasti Qin – lihat pembahasan pada bagian berikutnya mengenai Dinasti Qin). Dalam kitab Han Feizi diterangkan secara jelas bahwa kaum moralis (yang diwakili oleh kaum Konfusianis) tidak bisa cocok dengan kaum legalis. Pemikiran ini dituliskannya dalam kisah tombak sakti yang bisa menembusi segalanya dan perisai sakti yang tidak dapat ditembusi oleh apapun. Fajia dipopulerkan oleh Xun Zi (Xun Qing) dan banyak penganut Konfusianisme yang beralih ke Aliran Fajia karena mungkin beranggapan Aliran Fajia lebih realistis utk mengatur negara. Zi Xia dan Wu Zi (Wu Qi) adalah dua contoh penganut Konfusianisme yang kemudian berpindah menganut aliran Fajia. Aliran Fajia membahas 3 faktor pokok dalam seni memerintah[28].
(i) Fa atau hukum (pemberian penghargaan dan hukuman)
(ii) Su atau seni/ teknik mengawasi
(iii) Se atau wewenang/ kekuasaan
Prinsip ini tetap digunakan oleh Liu Bang, pendiri Dinasti Han, yakni dinasti yang memerintah setelah Qin. Kita dapat melihat bahwa sistim manajemen modernpun menerapkan sistim ini. Jauh sebelum bangsa Barat menciptakan sistim manajemen yang terpadu, Bangsa Tionghoa telah menerapkannya. Fa atau hukum apabila diterapkan pada perusahaan, dapat pula berupa aturan perusahaan, kesepakatan kerja bersama, dan lain sebagainya. Seni pengawasan atau Su pada perusahaan modern adalah berupa sistim supervisi yang rapi. Pemantauan kualitas (Quality Control) adalah termasuk di dalamnya. Kekuasaan atau wewenang (Se) pada manajemen perusahaan modern berupa sistim atau hirarki manajerial dalam perusahaan. Struktur organisasi perusahaan adalah wujud dari pengaturan kekuasaan atau wewenang ini. Kerajaan Qin memang bisa dikatakan penganut paham legalisme dalam mengatur negara. Perdana mentri Li Si yang membantu Qin Shihuang (Ying Zheng) juga penganut Fa Jia. Han Feizi, rekan Li Si adalah juga penganut Fajia , hanya saja kecemburuan Li Si akan karir Han Feizi membuat Han Feizi difitnah dan mati. Pada perkembangan selanjutnya Dinasti Zhou terpecah belah menjadi banyak negara-negara feodal yang saling berperang.[29] Jaman tersebut dinamakan Jaman Musim Semi dan Rontok (Chun Qiu) yang berlangsung dari tahun 770 – 476 SM. Masing-masing berupaya untuk menjadi yang terkuat, hingga akhirnya pemerintah pusat Dinasti Zhou menjadi lemah dan hanya dapat bertahan hingga tahun 256 SM. Pada akhirnya hanya tinggal tersisa tujuh negara bagian yang terkuat, yakni: Han, Wei, Zhao, Qin, Chu, Yan, dan Qi. Jaman itu dinamakan “Masa Perang Antar Negeri” (Zhanguo) dan berlangsung dari tahun 475 – 221 SM. Dari ketujuh negara tersebut, Qin berhasil menjadi yang terkuat. Pada tahun 221 SM, di bawah pemimpinnya yang bergelar Qin Shihhuangdi, mereka berhasil menyatukan seluruh Tiongkok dan mendirikan Dinasti Qin. Sumbangsih Dinasti Zhou bagi peradaban Tionghoa adalah ajaran dari para filosof terkemuka tersebut. Ujian negara yang ditetapkan bagi calon pejabat negara adalah didasarkan pada Ajaran Konfusius dan ini baru dihapuskan pada tahun 1911 (sekitar 2400 tahun setelah kelahiran Konfusius), saat runtuhnya sistim kerajaan di Tiongkok.

            D.  PERADABAN AWAL BANGSA INDIA
       Secara geografis, wilayah India merupakan suatu jazirah dari benua Asia. Letak India seakan-akan terpisah dari daratan Asia. Hal ini disebabkan oleh pegunungan Himalaya di sebelah utara India. Oleh karena posisi wilayahnya menyendiri dari daerah Asia yang lain, maka India sering disebut “anak benua Asia”.
Di tengah-tengah daerah India terdapat pegunungan Windya. Pegunungan inimembagi India menjadi dua bagian, India Utara dan India Selatan. Pada daerah India bagian Utara, mengalir sebuah sungai Shindu (Indus), Gangga, Yamuna, dan Brahmaputera. Daerah itu merupakan daerah subur sehingga sangat padat penduduknya. India bagian Selatan sangat berbeda keadaannya dengan India bagian Utara. Daerahnya terdiri dari bukit-bukit dan gunung-gunung yang kering dan tandus. Daratan tinggi di India bagian Selatan diberi nama Dataran Tinggi Dekkan. Dataran Tinggi Dekkan kurang mendapat hujan sehingga daerahnya terdiri atas padang rumput savanna yang amat luas.
Dalam sejarahnya, India memiliki dua peradaban kuno, yaitu peradaban lembah sungai Indus (Shindu) dan peradaban lembah sungai Gangga. Kedua peradaban ini menjadi bukti penting keberadaan bangsa India sebagai salah satu pemilik kebudayaan tertua yang sangat ternama di dunia.

D.1. PERADABAN LEMBAH SUNGAI INDUS (SHINDU)
   D.1.1. Pusat Peradaban.
         Awal abad ke-20, arkeolog Inggris Sir John H Marshall mengekskavasi kota kuno Mohenjondaro dan Hara. Hasilnya tingkat kesibukan dan keramaian kedua kota tersebut membuat Marshall terkejut. Ini adalah bekas ibukota dua negara merdeka pada jaman peradaban sungai India antara tahun 2350-1750 sebelum masehi, penelitian lebih lanjut menghasilkan perhitungan, dua kota masing-masing terdapat sekitar 30 hingga 40 ribu penduduk, lebih banyak dibanding penduduk kota London yang paling besar pada abad pertengahan. Dari hasil penelitian lebih lanjut, diketahui kedua kota kuno tersebut dibagi dua bagian, yaitu kota pemerintahan dan kota administratif.
Kota administratif adalah daerah permukiman, tempat tinggal yang padat dan jalan raya yang silang menyilang, kedua sisi jalan banyak sekali toko serta pembuatan barang-barang tembikar. Sementara kota pemerintahan adalah wilayah istana kerajaan yang dikelilingi oleh pagar tembok yang tinggi besar dan menara gedung.
Masyarakat yang bermukim di kedua kota kuno ini diketahui telah mengenal sistem saluran air bawah tanah yang sempurna dengan menggunakan bata. Puing-puing menunjukkan Mohenjodaro dan Harappa merupakan sebuah kota yang mempunyai rancangan bangunan di sekeliling ruang lingkup tertentu, kurang lebih menggunakan bahan yang sama, segalanya sangat teratur, bahwa pada 3000 SM, orang-orang membangun kota dengan skala yang sedemikian memperlihatkan tingginya peradaban mereka.
Jalan-jalannya lurus sehingga membentuk blok-blok pemukiman berbentuk segi empat. Sudah ada sistem pembuangan sampah dan air limbah. Inilah kota pertama yang menujukan tanda-tanda pembangunan yang berencana. Barat kota adalah pusat religius, politik, dan pendidikan. Petani tinggal di luar tembok kota dekat perladangan. Kelompok miskin menempati pinggir kota tetapi masih berada di dalam tembok. Pedagang dan seniman tinggal di dekat pusat kota, sedangkan bangsawan, agamawan, dan punggawa kerajaan menempati wilayah pusat.
Puing-puing menunjukkan Harappa merupakan sebuah kota yang mempunyai rancangan bangunan disekeliling ruang lingkup tertentu, kurang lebih menggunakan bahan yang sama, segalanya sangat teratur, bahwa pada tahun 3000 sebelum masehi, orang-orang membangun kota dengan skala yang sedemikian, memperlihatkan tingginya peradaban mereka. Kedua kota ini hilang pada tahun 1750 sebelum masehi, kira-kira dalam waktu 1000 tahun kebelakang, didaerah aliran sungai India tidak pernah ada lagi kota yang demikian megahnya, namun pada 500 tahun lampau, ketika bangsa Arya datang menginvasi, kebudayaan Harappa sudah merosot. (Peradaban Lembah Sungai Indus diketahui melalui penemuan-penemuan arkeologi-di Kota Harappa dan Mohenjodaro. Kota Mohenjodaro diperkirakan sebagai ibukota daerah Lembah Sungai Indus bagian selatan dan Kota Harappa sebagai ibukota Lembah Sungai Indus bagian utara. Mohenjodaro dan Harappa merupakan pusat peradaban bangsa India pada masa lampau.

D.2 . Tata Kota
D.2.1.  Kota Mohenjadaro
Mohenjodaro adalah salah satu situs dari sisa-sisa permukiman terbesar dari Kebudayaan Lembah Sungai Indus, yang terletak di propinsi Sind, Pakistan. Dibangun pada sekitar tahun 2600 SM, kota ini adalah salah satu permukiman kota pertama di dunia, bersamaan dengan peradaban Mesir Kuno, Mesopotamia dan Yunani Kuno. Reruntuhan bersejarah ini dimasukkan oleh UNESCO ke dalam Situs Warisan Dunia. Arti dari Mohenjo-daro adalah “Bukit orang mati”. Seringakali kota tua ini disebut dengan “Metropolis Kuno di Lembah Indus”. (Di Kota Mohenjodaro dan terdapat gedung-gedung dan rumah tinggal serta pertokoan dibangun secara teratur dan berdiri kukuh. Gedung-gedung dan rumah tinggal dan pertokoan itu sudah terbuat dari batu bata lumpur. Wilayah kota dibagi atas beberapa bagian atau blok yang dilengkapi jalan yang ada aliran airnya.  Mohenjodaro terletak di Distrik Larkana sekitar 28 km dari Larkana and 107 km dari sukkur. 27o 19‘ 30.36“ Bujur Utara and 68o 08‘ 08.77” Bujur Timur.
Benda-benda yang ditemukan: huruf, bangunan, perhiasan, alat rumah tangga, permainan anak-anak yang sudah dihiasi berbagai seni gambar dan seni ukir yang indah, mereka telah mengenal biantang: gajah, unta, kerbau, anjing. Berdasarkan benda-benda yang ditemukan di Mohenjodaro, maka dapat disimpulkan bahwa peradaban Lembah Sungai Indus di Mohenjodaro sudah sangat tinggi. Menurut penentuan karbon 14, keberadaan kedua kota ini seharusnya adalah antara tahun 2000 hingga 3000 sebelum masehi, lagi pula kota Harappa mengekskavasi perkakas batu 10 ribu tahun lampau. Luasnya kurang lebih 25 km persegi.


D.2.2. Kota Harappa
Harappa ialah sebuah kota di Punjab, timur laut Pakistan sekitar 35 km tenggara Sahiwal. Kota ini terletak di bantaran bekas Sungai Ravi. Munculnya peradaban Harappa lebih awal dibanding kitab Veda, saat itu bangsa Arya belum sampai India. Waktunya adalah tahun 2500 sebelum masehi, bangsa Troya mendirikan kota Harappa dan Mohenjondaro serta kota megah lainnya didaerah aliran sungai India. Kota modernnya terletak di sebelah kota kuno ini, yang dihuni antara tahun 3300 hingga 1600 SM. Di kota ini banyak ditemukan relik dari masa Budaya Indus, yang juga terkenal sebagai budaya Harappa. Harappa memiliki lay-out kota yang sangat canggih.
Benda-benda yang ditemukan: arca-arca, patung (terra cotta) yang diukir seperti bentuk wanita telanjang dengan dada terbuka. Ukiran itu member makna bahwa ibu merupaka sumber kehidupan; alat dapur dari tanah liat, periuk belanga, pembakaran dari batu keras (masih kuat sampai sekarang); sebuah patung pohon disamping dewa (gambaran kesucian pohon bodhi tempat Sidharta menerima wahyu) beberapa ratus tahun kemudian; arca-arca yang melukiskan lembu yang menyerang harimau; lembu yang bertanduk, sebagai gambaran bahwa mereka sangat mensuckan binatang. Hal ini tampak ketika masyarakat India mensucikan sapi sampai sekarang.

D.2.3.  Sistem Pertanian dan Pengairan
Daerah Lembah Sungai Indus merupakan daerah yang subur. Pertanian menjadi mata pencaharian utama masyarakat India. Pada perkembangan selanjutnya, masyarakat telah berhasil menyalurkan air yang mengalir dari Lembah Sungai Indus sampai jauh ke daerah pedalaman.
Pembuatan saluran irigasi dan pembangunan daerah-daerah pertanian menunjukkan bahwa masyarakat Lembah Sungai Indus telah memiliki peradaban yang tinggi. Hasil-hasil pertanian yang utama adalah padi, gandum, gula/tebu, kapas, teh, dan lain-lain.

D.2.4.  Sanitasi (Kesehatan)
Masyarakat Mohenjodaro dan Harappa telah memperhatikan sanitasi (kesehatan) lingkungannya. Teknik-teknik atau cara-cara pembangunan rumah yang telah memperhatikan faktor-faktor kesehatan dan kebersihan lingkungan yaitu rumah mereka sudah dilengkapi oleh jendela.


D.2.5. Teknologi
Masyarakat Lembah Sungai Indus sudah memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi, Kemampuan mereka dapat diketahui melalui peninggalan-peninggalan budaya yang ditemukan, seperti bangunan Kota Mohenjodaro dan Harappa, berbagai macam patung, perhiasan emas, perak, dan berbagai macam meterai dengan lukisannya yang bermutu tinggi dan alat-alat peperangan seperti tombak, pedang, dan anak panah.

D.2.6.       Pemerintahan
Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Maurya antara lain sebagai berikut :

D.2.6.1.  Candragupta Maurya
Setelah berhasil menguasai Persia, pasukan Iskandar Zulkarnaen melanjutkan ekspansi dan menduduki India pada tahun 327 SM melalui Celah Kaibar di Pegunungan Himalaya. Pendudukan yang dilakukan oleh pasukan Iskandar Zulkarnaen hanya sampai di daerah Punjab. Pada tahun 324 SM muncul gerakan di bawah Candragupta. Setelah Iskandar Zulkarnaen meninggal tahun 322 SM, pasukannya berhasil diusir dari daerah Punjab dan selanjutnya berdirilah Kerajaan Maurya dengan ibu kota di Pattaliputra.
Candragupta Maurya menjadi raja pertama Kerajaan Maurya. Pada masa pemerintahannya, daerah kekuasaan Kerajaan Maurya diperluas ke arah timur, sehingga sebagian besar daerah India bagian utara menjadi bagian dari kekuasaannya. Dalam waktu singkat, wilayah Kerajaan Maurya sudah mencapai daerah yang sangat iuas, yaitu daerah Kashmir di sebelah barat dan Lembah Sungai Gangga di sebelah timur.

D.2.6.2. Ashoka
Ashoka memerintah.Kerajaan Maurya dari tahun 268-282 SM. Ashoka merupakan cucu dari Candragupta Maurya. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Maurya mengalami masa yang gemilang. Kalingga dan Dekkan berhasil dikuasainya. Namun, setelah ia menyaksikan korban bencana perang yang maha dahsyat di Kalingga, timbul penyesalan dan tidak lagi melakukan peperangan.
Mula-mula Ashoka beragama Hindu, tetapi kemudian menjadi pengikut agama Buddha. Sejak saat itu Ashoka menjadikan agama Buddha sebagai agama resmi negara. Setelah Ashoka meninggal, kerajaan terpecah-belah menjadi kerajaan kecil. Peperangan sering terjadi dan baru pada abad ke-4 M muncul seorang raja yang berhasil mempersatukan kerajaan yang terpecah belah itu. Maka berdirilah Kerajaan Gupta dengan Candragupta I sebagai rajanya.

D.3. Kepercayaan
Sistem kepercayaan masyarakat Lembah Sungai Indus bersifat politeisme atau memuja banyak dewa. Dewa-dewa tersebut misalnya dewa kesuburan dan kemakmuran (Dewi Ibu). Masyarakat lembah Sungai Indus juga menyembah binatang-binatang seperti buaya dan gajah serta menyembah pohon seperti pohon pipal (beringin). Pemujaan tersebut dimaksudkan sebagai tanda terima kasih terhadap kehidupan yang dinikmatinya, berupa kesejahteraan dan perdamaian.

D.4.  PERADABAN LEMBAH SUNGAI GANGGA
D.4.1.  Pusat Peradaban
Pusat peradaban Lembah Sungai Gangga terletak antara Pegunungan Himalaya dan Pegunungan Windya-Kedna.
Pendukung peradaban Lembah Sungai Gangga adalah bangsa Arya yang termasuk bangsa Indo-Jerman. Mereka datang dari daerah Kaukasus dan menyebar ke arah timur. Bangsa Arya memasuki wilayah India antara tahun 200-1500 SM, melalui Celah Kaibar di Pegunungan Hirnalaya.
Bangsa Arya adalah bangsa peternak dengan kehidupan yang terus mengembara. Setelah berhasil mengalahkan bangsa Dravida di Lembah Sungai Indus dan menguasai daerah yang subur, akhirnya mereka hidup menetap.
Selanjutnya, mereka menduduki Lembah Sungai Gangga dan terus mengembangkan kebudayaannya. Kebudayaan campuran antara kebudayaan bangsa Arya dengan bangsa Dravida dikenal dengan sebutan kebudayaan Hindu.

D.4.2.Pemerintahan
Perkembangan sistem pemerintahan di Lembah Sungai Gangga merupakan kelanjutan dari sistem pemerintahan masyarakat di daerah Lembah Sungai Indus. Runtuhnya Kerajaan Maurya menjadikan keadaan kerajaan menjadi kacau dikarenakan peperangan antara kerajaan-kerajaan kecil yang ingin berkuasa. Keadaan yang kacau, mulai aman kembali setelah munculnya kerajaan-kerajaan baru. Kerajaan-kerajaan tersebut di antaranya Kerajaan Gupta dan Kerajaan Harsha.

D.4.2.1. Kerajaan Gupta
Pendiri Kerajaan Gupta adalah Raja Candragupta I dengan pusatnya di Lembah Sungai Gangga. Pada masa pemerintahan Raja Candragupta I, agama Hindu dijadikan agama negara, namun agama Buddha masih tetap dapat berkembang.
Masa kejayaan Kerajaan Gupta terjadi pada masa pemerintahan Samudragupta (Cucu Candragupta 1). Pada masa pemerintahannya Lembah Sungai Gangga dan Lembah Sungai Indus berhasil dikuasainya dan Kota Ayodhia ditetapkan sebagai ibukota kerajaan.
Pengganti Raja Samudragupta adalah Candragupta II, yang dikenal sebagai Wikramaditiya. Ia juga bergama Hindu, namun tidak memandang rendah dan mempersulit perkembangan agama Budha. Bahkan pada masa pemerintahannya berdiri perguruan tinggi agama Buddha di Nalanda. Di bawah pemerintahan Candragupta II kehidupan rakyat semakin makmur dan sejahtera.. Kesusastraan mengalami masa gemilang. Pujangga yang terkenal pada masa ini adalah pujangga Kalidasa dengan karangannya berjudul "Syakuntala". Perkembangan seni patung mencapai kemajuan yang juga pesat. Hal ini terlihat dari pahatan-pahatan dan patung-patung terkenal menghiasi kuil-kuil di Syanta.
Dalam-perkembangannya Kerajaan Gupta mengalami kemunduran setelah meninggalnya Raja Candragupta II. India mengalami masa kegelapan selama kurang lebih dua abad.

D.4.2.2. Kerajaan Harsha
Setelah mengalami masa kegelapan, baru pada abad ke-7 M muncul Kerajaan Harsha dengan rajanya Harshawardana. Ibu kota Kerajaan Harsha adalah Kanay. Harshawardana merupakan seorang pujangga besar. Pada masa pemerintahannya kesusastraan dan pendidikan berkembang dan pesat. Salah satu pujangga yang terkenal pada masa kerajaan Harshawardana adalah pujangga Bana dengan karyanya berjudul "Harshacarita".
Raja Harsha pada awalnya memeluk agama Hindu, tetapi kemudian memeluk agama Buddha. Di tepi Sungai Gangga banyak dibangun wihara dan stupa, serta dibangun tempattempat penginapan dan fasilitas kesehatan. Candi-candi yang rusak diperbaiki dan membangun candi-candi baru. Setelah masa pemerintahan Raja Harshawardana hingga abad ke-1 1 M tidak pernah diketahui adanya raja-raja yang pernah berkuasa di Harsha.

D.4.2.3. Kebudayaan Lembah Sungai Gangga
Di Lembah Sungai Gangga inilah kebudayaan Hindu berkembang, baik di wilayah India maupun di luar India. Masyarakat Hindu memuja banyak dewa (Politeisme). Dewa-dewa tersebut, antara lain, Dewa Bayu (Dewa Angin), Dewa Baruna (Dewa Laut), Dewa Agni (Dewa Api), dan lain sebagainya. Dalam agama Hindu dikenal dengan sistem kasta, yaitu pembagian kelas sosial berdasarkan warna dan kewajiban sosial. Dalam perkembangan selanjutnya, sistem kasta inilah yang menyebabkan munculnya agama Buddha. Hal ini dipelopori oleh Sidharta Gautama.
Agama Buddha mulai menyebar ke masyarakat India setelah Sidharta Gautama mencapai tahap menjadi Sang Buddha. Agama Buddha terbagi menjadi dua aliran, yaitu Buddha Mahayana dan Buddha Hinayana. Peradaban Sungai Gangga meninggalkan beberapa bentuk kebudayaan yang tinggi seperti kesusastraan, seni pahat, dan seni patung. Peradaban dari lembah sungai ini kemudian menyebar ke daerah-daerah lain di Asia termasuk di Indonesia.
KESIMPULAN.
            ...................................................
............................................................
.......................................................












  
DAFTAR PUSTAKA.
Frank Frost Abbott (1901). A History and Description of Roman Political Institutions. Elibron Classics.         
John Bagnell Bury, A History of the Roman Empire from its Foundation to the death of Marcus Aurelius, 1913
Winston Churchill, A History of the English-Speaking Peoples, Cassell, 1998
J. A. Crook, Law and Life of Rome, 90 BC–AD 212, 1967
Donald R. Dudley, The Civilization of Rome, 2nd ed., 1985
Arther Ferrill, The Fall of the Roman Empire: The Military Explanation, Thames and Hudson, 1988
Freeman, Charles (1999). The Greek Achievement: The Foundation of the Western World. New York: Penguin..
Edward Gibbon, The History of the Decline and Fall of the Roman Empire, 1776–1789
Goldsworthy, Adrian. The Punic Wars, Cassell & Co, 2000
Goldsworthy, Adrian. In the Name of Rome: The Men Who Won the Roman Empire, Weidenfield and Nicholson, 2003
Goldsworthy, Adrian. The Complete Roman Army, Thames and Hudson, 2003
Michael Grant, The History of Rome, Faber and Faber, 1993
Benjamin Isaac, "The Limits of Empire: the Roman Army in the East" Oxford University Press, 1992
Andrew Lintott, Imperium Romanum: Politics and administration, 1993
Edward Luttwak, The Grand Strategy of the Roman Empire, Johns Hopkins University Press
Reid, T. R. (1997). "The World According to Rome". National Geographic 192 (2): 54–83.
Antonio Santosuosso, Storming the Heavens: Soldiers, Emperors and Civilians in the Roman Empire, Westview Press, 2001.
Austin, Michel M., The Hellenistic world from Alexander to the Roman conquest: a selection of ancient sources in translation, Cambridge University Press, 1981.
Cary, Max, A History of the Greek World from 323 to 146 B. C., London : Methuen & Co. Ltd., 1932


[1] Carol G. Thomas (1988). Paths from ancient Greece. BRILL. hlm. 27–50.
[2] Richard Tarnas, The Passion of the Western Mind (New York: Ballantine Books, 1991).
[3] Colin Hynson, Ancient Greece (Milwaukee: World Almanac Library, 2006), 4.
[4] Carol G. Thomas, Paths from Ancient Greece (Leiden, Netherlands: E. J. Brill, 1988)
[6] Grant, Michael (1995). Greek and Roman historians: information and misinformation. Routledge, 1995. hlm. 74
[7] Hall Jonathan M. (2007). A history of the archaic Greek world, ca. 1200-479 BCE. Wiley-Blackwell.
[9] Slavoj Žižek (18 April 2011). Living in the End Times. Verso. hlm. 218.
[10] Ibid., hlm. 10–11
[11] Holland T. Persian Fire hlm. 69-70.
[12]  Holland T. Persian Fire p131-138.
[13] Typhoid Fever Behind Fall of Athens. LiveScience. January 23, 2006.
[14]   "Roman Empire", Microsoft Encarta Online Encyclopedia 2008.
[15]   "Pax Romana". Britannica Online Encyclopedia.
[16]  Parker, Philip, "The Empire Stops Here". hlm.2.
[17]  Isaac Asimov. Asimov's Chronology of the World. Harper Collins, 1989. hlm. 110.
[18]  Asimov, hlm. 198.
[19]  Ando, Clifford. From Republic to Empire, dalam The Oxford Handbook of Social Relations in the Roman World. Oxford: Oxford University Press. hlm. 39–40.
[20]  Ando, Clifford. (2010). The Administration of the Provinces, dalam A Companion to the Roman Empire. Blackwell. hlm. 179.
[21]  Hekster, Olivier, dan Kaizer, Ted. (2011). prakata untuk Frontiers in the Roman World. Proceedings of the Ninth Workshop of the International Network Impact of Empire (Durham, 16–19 April 2009). Brill. hlm. viii
[22]  Richardson, John. Fines provinciae, dalam Frontiers in the Roman World. hlm. 10.
[23] Richardson. Fines provinciae, dalam Frontiers in the Roman World. hlm. 1–2.
[24]  Ibid, hlm. 342.
[25]  Ibid, hlm. 345.
[26]  Ibid, hlm. 341.
[27] Schirokauer, Conrad; Miranda Brown (2006). A Brief History of Chinese Civilization. Belmont, California: Thomson Higher Education.hlm 78.
[28] Schirokauer, Conrad; Miranda Brown (2006). A Brief History of Chinese Civilization. Belmont, California: Thomson Higher Education.hlm 32-36.
[29] . Feng, Erkang. "Yongzheng Biography" , China Publishing Group, People's Publishing House. Beijing: 2004